Minggu, 30 Agustus 2015

PENGENDALIAN KONFLIK DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

Konflik kepentingan hukum dalam kaitan penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) bukan lah merupakan fenomena sosial yang baru dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, melainkan  berkembang seiring dengan dinamika sosial yang dipengaruhi oleh sitem nilai budaya dan sosial ekonomi termasuk sistem hukum dalam negara. Apakah  hak memilih dan dipilih dari oleh dan untuk rakyat telah terjamin pelaksanaan sekaligus pengendaliannya? dan tidak terjamah oleh prilaku oknum perseorangan atau kelompok yang menginginkan pertarungan antara pemilih dan penyelenggara pemilihan umum bukan sebaliknya yaitu persaingan antara pemilih dan calon dipilih? Apakah jaminan kekebalan hukum jika terjadi konflik kepentingan antara peserta pemilukada usulan partai politik dengan penyelenggara pemilukada?
Bahwa salah satu tujuan pemilihan umum dalan sistem negara demokrasi adalah untuk menetapkan calon terpilih yang dipersiapkan oleh partai politik maupun non partisan menjadi pemimpin atau pejabat pemerintahan negara atau daerah provinsi atau kabupaten dan kota, sehingga fungsi lembaga negara berjalan sesuai harapan dan kenyataan serta secara konstitusional dapat dipertanggungjawabkan keberadaan dan tujuan pengabdiannya kepada publik.
Bahwa negara kita adalah negara hukum dengan sistem demokrasi yang konstitusional, jika nilai budaya pribadi orang perseorangan dan kelompok masyarakat yang demokratis, sedapat mungkin berjalan sesuai dengan prinsip dan semangat ketentuan hukum yang bersumber dari konstitusi negara atau undang undang dasar bahkan segenap ketentuan hukum yang diantaranya berisi nilai dasar demokrasi yang diterapkan dalam pelaksanaan pemilihan umum khususnya pemilihan umum kepala daerah, adalah seharusnya dapat diuji dan dihadapkan serta berpuncak pada ketentuan konstitusi atau undang undang dasar negara.
Bahwa pemilihan umum kepala daerah adalah mengenai hubungan antara negara atau daerah dengan rakyat atau penduduk dalam wilayah negara atau daerah tertentu dimana rakyat atau penduduk daerah diberi hak suara atau hak memilih untuk menetapkan seseorang menjadi pejabat gubernur atau bupati atau walikota sehingga termasuk salah satu hak asasi manusia warga negara atau penduduk daerah (hak konstitusional). sebaliknya seseorang calon juga mempunyai hak untuk diikutkan dalam pendaftaran pemilihan selama telah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Bahwa dalam Pemilihan calon kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) yang saling berhadapan dalam hubungan (komunikasi) adalah pihak penyelenggara/pelaksana pemilihan dan pemilih serta calon kepala daerah, hubungan segi tiga mana diharapkan berjalan secara serasi dan harmonis dalam kedamaian serta kesetaraan hak maupun kewajiban antara pihak yang satu terhadap pihak yang lainnya.
Bahwa sarana pengendalian pertentangan kepentingan (konflik) antara perseorangan dengan kelompok bahkan antara kelompok pemilih termasuk pasangan dengan kelompok penyelenggara pemilukada tidak lain adalah lembaga peradilan negara walaupun ketentuan peraturannya juga berbeda pendekatan kasusnya.
Contoh Ilustrasi kasusnya jika pasangan calon usungan partai politik ditetapkan sebagai pasangan calon yang tidak memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan calon itu sendiri, ditentang oleh kelompok pendukung pasangan calon usungan partai politik dengan alasan pokok adalah keberpihakan sekaligus ketidak cermatan dari pihak personil penyelenggara pemilukada. oleh karena kelompok penyelenggara pemilukada terdiri dari KPU dan Panwaslu di tingkat kabupaten/kota, maka proses penyelesaian konflik hukumnya juga dapat membias (alternatif) sebagai perkara pidana atau perkara tata usaha negara (administrasi negara) bahkan kemungkinan  perkara perdata. Dalam suatu kasus kemungkinan terjadi animo kelompok pemilih termasuk pasangan calon yang melaporkan kejadian pidana atas tersangka anggota penyelenggara pemilukada dalam konteks penetapan hasil penelitian persyaratan administrasi pencalonan yang telah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan padahal sebalik oleh pasangan calon jutru menganggap telah memenuhi persyaratan. Dalam kaitan tsb, akibat perbedaan makna ketentuan peraturan pencalonan yang membedakan antara persyaratan administrasi pencalonan dengan persyaratan calon itu sendiri mengakibatkan dapat timbulnya penafsiran oleh penyelenggara pemilukada (KPU/Panwaslu),jika dimungkinkan kolaborasi sikap tindakan mencampuradukkan wewenang sekligus terindikasi penyalagunaan wewenang diantara personil KPU dan Panwaslu setempat dalam penerbitan keputusan penetapan paslon peserta pemilukada yang merugikan paslon.
Bahwa konsekuensi hukum yang dapat terjadi seperti contoh kasus ilustrasi di atas, adalah munculnya Putusan Pengadilan yang berwewenang menjatuhkan putusan pembatalan Keputusan Penetapan Paslon yang sudah diumumkan sekalius tuntutan ganti rugi bahkan tuntutan pidana atas personil penyelenggara pemilukada.
KESIMPULAN :
Bahwa perangkat hukum (sarana) dalam proses penyelenggaraan pemilihan umum termasuk pemilihan gubernur bupati walikota belum lah cukup tanpa kesadaran dan ketaatan serta kepercayaan akan kebenaran peraturan pelaksanaan dibalik kebiasaan baik (etika juridis kontemplatif) dalam praktek politik hkum ketatanegaraan yang baik sesuai atau berdasarkan konstitusi negara termasuk juga penegakan hukum dan keadilan oleh lembaga Peradilan Negara Republik Indonesia dalam suasana hikamat kebijaksanaan menghadapi agenda publik pemilukada serentak.

  



Jumat, 28 Agustus 2015

PERBAIKAN SERIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH

Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah merupakan bukti kuat kepemilikan atas tanah, yang mencatumkan data tanah meliputu data fisk maupun data jurids atas tanah. Selanjutnya Hak Milik atas Tanah dimaksud adalah hak yang terkuat dan terpenuh serta turun temurun yang dapat dipunyai oleh seseorang dengan memperhatikan fungsi sosial dalam penggunaan atau pemanfaatannya tidak bertentangan dengan hak orang banyak.Apakah data tanah yang tercantum dalam sebuah sertifikat hak milik aatas tanah dapat diperbaiki berhubung adanya kesalahan dalam proses penerbitannya ? Apakah Kesalahan data tersebut semata bersifat kekeliruan administrasi ? Bagaimana jika kesalahan administrasi ditafsirkan lebih luas menjadi bersifat Melawan Hukum Pidana ?
1.Bahwa  prinsip umum dalam organisasi jika kekeliruan administrasi terutama dalam tata persuratan atau pembuatan surat termasuk akte-akte yang ditujukan sebagai bukti sesuatu hal atau kejadian dikemudian hari, seketika mudah diatasi dan cepat diketahui cara memperbaikinya, akan tetapi lebih susah dihadapi jika kekeliruankesalahan itu tercantum didalam suatu Hak Milik Tanah, Misalnya : Kesalahan ketik Nama pemegang Hak Contohnya kurang huruf atau kurang lengkap nama Bin atau vam, contohnya Harum yang sebenarnya Hasrum Bin Malik, contoh lain tercantum luas tanah : 250M2 yang sebenarnya 230M2.
2.Bahwa sikap pembiaran jika orang ybs tidak peduli untuk kepentingannya atas pebaikan data tertulis dalam Sertifikat Hak Milik Tanahnya maka semakin lama waktu akan menghadapi persoalan lain, misalnya untuk pengalihan hak milik dalam transaksi jual beli, pengecekan SHM mengalami kelambanan akibat harus terlebih dahulu melalui prosedur perbaikan Sertifikat di kantor Pertanahan setempat, hal tsb memungkinkan penundaan transaksi jual beli itu sendiri bahkan tidak jarang terjadi calon pembeli justru mengurung niatnya untuk membeli tanah tsb, yang dapat berarti kehilangan keuntungan dan kenikmatan pemilik atas barang miliknya tsb.
3.Bahwa  persoalannya jauh lebih susah jika suatu saat dapat terjadi justru pemilik tanah tsb dituduh sebagai oknum pemalsuan Sertifikat lantaran memberikan keterangan tentang data pengukuran luas tanah yang akan digunakan untuk mengalihkan hak dan sertifikat tsb kepada pihak lain, misalnya sebagai penunuk batas tanah yang akan diukur petugas pertanahan sementara ada pihak lain yang mengaku juga berhak atas tanah yang diukur tsb, yang berujung orang yang komplain tsb melaporkan kepada pihak penyidik atas kejadian pemalsuan sertifikat.
Bahwa dari kejadian kejadian tsb di atas, sebaiknya sedini mungkin diperbaiki kesalahan/kekeliruan data yang berkaitan dan tercantum di dalam warkah pertanahan apalagi dalam sertifikat hak milik atas tanah, sehingga kejadian sebgaimana digambarkan pada poin 3, harus dalam pemahaman secara cermat/teliti dengan cara misalnya menguatkan bukti surat surat pembanding yang dapat menunjukkan jika benar tidak terdapat perbuatan pemilik sejak semula yang dapat dianggap melawan hukum dalam proses penerbitan sertifikat atau warkah tanah tsb.
Bahwa sifat melawan hukumnya perbuatan seseorang dengan tuduhan perbuatan pidana dapat dipahami dari beberapa kriteria persyaratan atau ciri-ciri dan yang agak sukar adalah adanya niat seseorang pelaku perbuatan pidana bahkan adanya sikap batin yang tercela dalam diri pelaku yang dituduh sebagai pelaku tindak pidana. selain niat maka kesalahan pelaku tindak pidana juga dianggap ada karena adanya kelalaian dari pelaku bahkan unsur kesalahan dianggap ada juga karena pelaku tindak pidana insyaf akan terjadinya kemungkinan akibat hukum yang terlarang oleh peraturan hukum pidana.
Bahwa suatu perbuatan bersifat melawan hukum pidana apabila pelakunya telah memenuhi kriteria/ciri tsb di atas, apalagi sasaran dari perbuatannya secara nyata melanggar hak orang lain atau pelaku telah berbuat bertentangan dengan kewajibannya serta bertentangan dengan kepentingan orang lain dalam mempertahankan hak hak pribadi atau harta bendanya.
Kesimpulan :
- bahwa sebaiknya sedini mungkin  memperbaiki data dalam sertifikat hak milik untuk mencegah berlarutnya waktu dan tenaga dalam menghadapi recana bahkan sesudah terjadinya pengalihan hak milik tanah kepada orang lain terutama menghadapi transaksi jual beli tanah yang dapat bernuntut panjang terjadinya proses tuntutan perdata maupun pidana di pengadilan.


Senin, 29 Juni 2015

CIRI KEPUTUSAN ADMINISTRASI NEGARA YANG BATAL DAN TIDAK SAH

Secara teoritis atau konsepsi pemikiran dalam penyelenggaraan administrasi negara untuk mencapai tujuan ideal yaitu terwujudnya kesejahteraan masyarakat (publik) oleh pelaksana (aparat) administrasi negara, senantiasa dilingkupi dengan peristiwa atau masalah adanya  bertentangan kepentingan hukum antara subyek hukum anggota masyarakat tertentu dengan aparat administrasi negara atau pejabat/badan administrasi negara, akibat penerbitan suatu keputusan administrasi negara mengenai hal tertentu.
Bahwa keputusan administrasi negara adalah pernyataan sepihak administrasi negara yang menetapkan secara tertulis hal sesuatu yang mengikat seorang atau badan hukum perdata dan yang menimbulkan akibat hukum  tertentu baik berwujud hak maupun kewajiban tertentu guna mencapai tujuan kesejahteraan  dalam kehidupan masyarakat dan kenegaraan.
Bahwa ciri suatu Keputusan administrasi negara adalah menetapkan suatu yang tertentu baik subyek hukum berupa seorang atau kelompok orang pribadi tertentu maupun obyek tertentu misalnya pemberhentian pegawai negeri sipil tertentu, juga bersifat menyatakan dan menetapkan adanya sesuatu hal yang nyata (kongkrit) dalam urusan tertentu misalnya urusan kepegawaian, juga menetapkan sesuatu yang bersifat final tanpa melibatkan persetujuan pihak manapun dalam menerbitkan keputusan tsb, Sedangkan beberapa ciri suatu keputusan yang dapat menibulkan akibat hukum dan dapat dinyatakan sebagai keputusan yang batal atau tidak sah, antara lan sebagai berikut :
1.Bahwa keputusan itu dibuat oleh pejabat atau badan administrasi negara yang tidak berwewenang untuk itu ;
2.Bahwa keputusan itu tidak memenuhi syarat bentuk tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh badan atau pejabat yang diberikan kewenangan untuk itu ;
3.Bahwa keputusan itu berisi sesuatu hal atau tujuan yang mengandung kekurangan hukum diantaranya adalah terdapat kebohongan, kekeliruan dan penipuan serta paksaan psykhis oleh penerbitnya ;
4.Bahwa keputusan itu mengabaikan kepentingan dan merugikan pihak yang terkena, baik pihak yang tercantum dalam keputusan itu maupun pihak yang masih terkait langsung dengan isi dan bentuk keputusan itu sendiri ;
Bahwa Keputusan administrasi negara beraspek dan spektrum yang luas dalam lapangan kehidupan bernegara, akibat terkait langsung atau tidak langsung dengan penerapan hukum dalam arti luas termasuk terkait soal penegakan Undang Undang Dasar Negara(konstitusi) terutama Undang Undang dan Peraturan organik dalam administrasi negara sampai soal pelayanan hak publik maupun hak privat.
Bahwa  pendekatan ciri keputusan administrasi negara tsb yang tidak sering menimbulkan perselisihan kepentingan hukum atau kepentingan bagi pihak yang terkena akibat langsung atau tidak langsung dengan penerbitan keputusan tsb yang dapat diuji dan dinilai sebgai merugikan secara melawan hukum kehadapan peradilan tata usaha negara.
Bahwa tolok ukur melawan hukum akibat adanya dan diterbitkannya suatu keputusan administrasi negara adalah berlandaskan ketetuan peraturan perundang undangan formal/materil maupun asas hukum khusus dalam administrasi negara/pemerintahan atau asas umum pemerintahan yang baik diantaranya adalah asas kepastian hukum dan kecermatan/ketelitian serta asas tidak menyalagunakan wewenang.
Kesimpulan :
Bahwa keputusan administrasi negara yang melawan hukum dan merugikan pihak yang terkena, dapat berakibat dinyatakan batal atau tidak oleh suatu badan/pejabat administrasi negara yang berwenang maupun hakim peradilan tata usaha negara melalui permohonan maupun gugatan, dengan peristiwa dan ciri serta tolok-ukur pendekatan hukum administrasi negara.
 


Sabtu, 27 Juni 2015

KEWENANGAN DISKRESI ADMINISTRASI NEGARA

Dalam penyelenggaraan administrasi negara terdapat tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh suatu badan atau pejabat administrasi sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku, akan tetapi karena salah satu tujuan negara adalah menyelenggarakan kesejahteraan umum, maka disamping tugas pokok terdapat kewenangan yang mencakup fungsi pokok maupun tambahan fungsi daripada badan atau pejabat administrasi negara.
Bahwa terdapat pula kewenangan jabatan yang disebut dengan istilah kewenangan Diskresi yang sering dilaksanakan oleh pejabat administrasi, yang bermaksud melayani kepentingan umum sedangkan urusan yang dilayani tersebut belum diatur oleh suatu peraturan, sehingga untuk mempercepat tujuan pelayanan kepentingan umum tertentu, oleh pejabat administrasi negara diberi keleluasaan untuk mengambil keputusan yang cepat dan tepat atas inisiatif sendiri menerbitkan suatu keputusan meskipun terdapat kekosongan hukum terkait dengan penggunaan wewenang jabatan dalam penyelenggaraan kepentingan umum tertentu.
Bahwa kewenangan Diskresi tidak selamanya digunakan dalam melayani kepentingan umum, terutama jika telah ada pedoman peraturan yang jelas terhadap urusan tertentu yang dilaksanakan oleh administrasi negara, sehingga diskresi dimaksud adalah bukan tanpa wewenang atau sewenang wenang, juga bukan melampaui batas kewenangan maupun mencampuradukkan kewenangan oleh badan atau pejabat administrasi, melainkan kewenangan yang melekat dalam lingkup jabatan administrasi yang tertentu dan digunakan untuk melaksanakan fungsi khusus tertentu dalam penyelenggaraan administrasi negara.
Contoh : Gubernur sebagai wakil Pemerintah pusat di daerah, melaksanakan wewenang membuka kantor kementerian tertentu di wilayah Provinsi untuk membuka pelayanan publik terkait dengan fungsi khusus tertentu kementerian pemerintahan negara, dan atas pelaksanaan kewenangan tersebut oleh Gubernur berwewenang  menggunakan dana bantuan keuangan dan atau dana dekonsentrasi bahkan dana pinjaman dari pihak ketiga.Namun hal tersebut dalam lingkup peraturan perundang undangan yang berlaku.
Apakah kewenangan ini selalu dianggap sebagai perbuatan melawan hukum apabila penggunaannya justru bertentangan dengan kewenangan jabatan administrasi lainnya?
bahwa tidak semua penggunaan wewenang diskresi itu serta merta sebagai perbuatan melawan hukum sekalipun terhadap urusan yang sama juga dilaksanakan oleh Pejabat/Jabatan sejenis lainnya.
Contoh : Bupati menerbitkan Izin Usaha Perkebunan dengan luas areal tertentu Namun Gubernur juga menerbitkan Izin Usaha Perkebunan yang Menambah areal yang diperuntukkan bagi Perkebunan Masyarakat setempat yang memang belum direalisasikan oleh Pemangku Usaha tersebut. sehingga sekalipun telah ada izin yang diterbitkan berdasarkan kewenangan Bupati, Namun Izin Penambahan Areal untuk maksud/tujuan pengadaan Perkebunan Masyarakat setempat yang sebelumnya telah ditentukan sebagai bagian Intergral setiap Penerbitan Izin Usaha Perkebunan, setidak tidaknya penyesuaian pelaksanaan pada setiap kali permohonan izin/Perpanjangan Izin tersebut.
Kesimpulan :
bahwa tudak semua penggunaan kewenangan diskresi oleh pejabat Administrasi negara menimbulkan perbuatan melawan hukum terutama hukum administrasi, selama masih berada dalam lingkup kewenangan jabatan Administrasi negara dan masih dalam lingkup peraturan perundang undangan (formal maupun materil) yang menjadi dasar kewenangan jabatan tersebut.

Selasa, 10 Februari 2015

ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK (AUPB)

Bahwa Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB) adalah suatu landasan hukum administrasi negara atau administrasi pemerintahan, yang dapat diterima dan digunakan dalam pengambilan suatu keputusan oleh pejabat atau badan administrasi negara/administrasi pemerintahan.-
Bahwa Keputusan administrasi negara/administrasi pemerintahan adalah tindakan hukum  bersegi satu atau sepihak oleh badan atau pejabat administrasi negara/pemerintahan dalam bidang penyelenggaraan administrasi/pemerintahan dalam mencapai cita cita dan tujuan negara.-
Bahwa salah satu tujuan negara adalah kesejahteraan umum, sehingga penyelenggaraan kesejahteraan umum juga membutuhkan adanya campur tangan administrasi negara/pemerintahan dalam menyelenggarakan kepentingan umum/publik.-
Bahwa kepentingan umum/publik merupakan cita cita kongrit pemenuhan kebutuhan masyarakat baik berwwujud materil maupun non materil.-
Bahwa keputusan dimaksud adalah suatu keputusan tertulis yang bersifat kongkrit mengenai suatu hal, dan bersifat individual dalam arti menyatakan atau menentukan seara jelas tujuan dan pihak yang disebutkan dalam keputusan tersebut, serta bersifat final dalam arti keputusan tersebut berlaku mengikat tanpa memerlukan lagi persetujuan dari suatu pihak yang berwenang menerbitkan keputusan tersebut.-
Bahwa salah satu sumber kenal kita tentang keberadaan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) adalah dalam ketentuan pasal 10 ayat (1) dan Penjelasan Undang Undang No.30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, yang antara lain menyebutkan : asas kepastian hukum; asas kemanfaatan; asas ketidak berpihakan; asas kecermatan; asas tidak menyalagunakan wewenang; asas keterbukaan; asas kepentingan umum dan asas pelayanan yang baik. sedangkan sebebelumnya juga tercantum Asas Umum Penyelenggaraan Negara dalam pasal 3 dan penjelasan Undang Undang No.28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisme yang antara lain menyebutkan : asas kepastian hukum; asas tertib penyelenggaraan negara; asas kepentingan umum; asas keterbukaan; asas proporsionalitas; asas professionalitas; dan asas akuntabilitas.-
Bahwa AUPB tsb, meskipun secara terperinci disebutkan dalam Undang Undang, tidak serta merta menjadi tolok ukur satu satunya tentang sah tidaknya suatu keputusan administrasi negara/pemerintahan, karena masih terdapat tolok ukur yang lain yang berkembang dalam praktek administrasi negara/pemerintahan, salah satu diantaranya adalah soal penafsiran hukum peraturan perundang undangan terutama dalam wujud suatu undang undang maupun peraturan dibawah undang undang (hirarkhi perundang undangan), hal mana menjadi fungsi  badan peradilan negara (Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung).-
Bahwa keberadaan dan fungsi penting AUPB tsb, justru menjadi salah satu alasan gugatan perkara pada pengadilan tata usaha negara yaitu bertentangannya suatu keputusan  tata usaha negara/administrasi pemerintahan dengan asas umum pemerintahan yang baik, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 53 ayat (2) sub b, Undang Undang No.5 Tahun 1986 Peradilan Tata Usaha Negara, yang beberapa kali dirubah terahir dengan Undang undang No.51 Tahun 2009.-
Bahwa arti dan makna suatu ketentuan materi muatan pasal pasal dalam suatu peraturan perundang undangan adalah tetap menjadi kerangka acuan utama dalam membahas dan menilai segi hukum administrasi negara/pemerintahan atas suatu keputusan. Namun hal tsb, tidak selalu menjadi dominasi pertimbangan dalam proses penerbitan dan pengambilan keputusan dalam administrasi pemerintahan, sebab adanya keleluasaan atau kebebasan berinisiatif penyelenggara administrasipemerintahan untuk bertindak dalam hal terdapat kekosongan hukum mengenai sesuatu hal, yang justru membutuhkan tindakan cepat dan  bermanfaat untuk melayani kepentingan umum (kewenangan diskresi), sehingga AUPB secara lengkap dan utuh, pada saat dan soal serta pihak tertentu,  malah kemungkinan tidak terdapat dalam suatu keputusan administrasi/tata usaha/pemerintahan, akan tetapi keabsahan keputusan tsb, masih dapat diterima atau dipertahankan (legitimasi), Contoh : penerbitan KTP oleh Camat diproses atas permohonan tertulis penduduk ybs, selama dapat diterangkan/tercantum dalam Kartu Keluarga (lama/baru), maka selama itu juga dapat diterbitkan KTP ybs dengan membayar biaya yang telah ditentukan.Contoh lain : IMB diterbitkan selama pemohon/kuasanya menyertakan bukti kepemilikan tanah lokasi yang akan didirikan bangunan sesuai peruntukannya dengan menuhi persyaratan lain termasuk biayanya. dalam kedua contoh tsb, asas kepastian hukum tentang orang pemohon KTP/IMB tidak perlu harus penduduk lama maupun baru dilokasi wilayah tujuan permohonan KTP/IMB tsb, akan tetapi masih sesuai dengan asas administrasi yang lain seperti dimaksud dalam asas umum pemerintahan yang baik yang tsb di atas, yaitu asas kepentingan umum dan pelayanan yang baik bahkan asas keterbukaan.
KESIMPULAN :
Bahwa suatu keputusan dalam praktek penyelenggaraan administrasi pemerintahan,  bervariasi ciri dan proses penerbitannya termasuk dasar hukumnya, dengan termuatnya satu atau lebih asas umum pemerintahan yang baik, namun tetap dalam kaitan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku umum maupun khusus dalam aspek kepentingan hukum tertentu.



Minggu, 18 Januari 2015

PERBUATAN MELAWAN HUKUM PIDANA

Hukum Pidana adalah sekumpulan peraturan perundang undangan yang mengatur tentang hubungan hukum orang atau badan hukum sebagai subyek hukum yang telah melakukan perbuatan terlarang dengan sanksi hukuman yang diancam dikenakan tehadap pelakunya. Selanjutnya bahwa hukum pidana tergolong hukum publik dalam arti kepentingan yang diaturnya meliputi kepentingan publik sehingga cara melaksanakan dan mempertahankan peraturan atau norma pidana publik diwakili oleh aparat negara dibidang penuntutan umum. Lebih lanjut bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang ditentukan terlebih dahulu sebagai suatu larangan yang dapat dikenakan sanksi atas pelakunya ;
Bahwa pengertian perbuatan melawan hukum secara umum awalnya hanya sebatas pelanggaran peraturan perundang undangan atau melanggar hak dan kewajiban serta kebiasaan dan kepatutan yang berlaku, namun dalam perkembangannya terutama hukum pidana diartikan meliputi pula perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban pelaku dan menyalagunakan kedudukan serta kesempatan dan ikhtiar yang bertumpuh pada adanya sikap batin yang tercela oleh pelaku pembuat atas perbuatan pidana ;
Bahwa hukum pidana dibedakan dalam dua macam yaitu : hukum pidana materil dan hukum pidana formal dalam pengertian sederhana masing masing jika materil menunjukkan isi norma atau aturan yang melarang sesuatu perbuatan, sedangkan formal menunjukkan cara melaksanakan isi aturan pidananya dengan istilah hukum acara ;
Bahwa dalam suatu peristiwa hukum pidana, maka perbuatan melawan hukum suatu perbuatan disebabkan karena adanya niat dan kesempatan atau ada unsur kesengajaan atau kelalaian berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang dilarang serta mengakibatkan menderitanya dan terganggunya keamanan jiwa dan raga seseorang termasuk gangguan kehilangan atau lenyapnya nilai harta benda milik seseorang koraban ;
Bahwa peristiwa pidana dianggap ada terjadi karena dua unsur yang garis besarnya adalah antara lain : Unsur Perbuatan yang meliputi : kesalahan yang terdiri atas niat dan insyaf atas kemungkinan terjadinya akibat  secara pasti/dapat dipastikan; dan sesuainya perbuatan dengan rumusan aturan pidana ; serta tidak terdapatnya alasan pembenar yang meliputi : tidak terpenuhi syarat dan sifat melawan hukumnya perbuatan, Sedangkan Unsur Pelaku meliputi : tidak terdapat sikap batin yang tercela dalam berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang dilarang oleh aturan pidana; tidak terdapatnya alasan pemaaf yang meliputi : ada pengecualian pidana misalnya pelaku ternyata adalah orang sakit ingatan (gila) atau pelaku masih dibawah usia 16 tahun, atau terdapat pengaruh daya paksa maupun terdapatnya pembelaan darurat ;
Bahwa hukum pidana sebagai salah satu golongan hukum publik maka secara moral-etika melanggarnya dapat dianggap anti sosial atau bertentangan dengan keinginan dan kepentingan orang banyak (publik) sehingga penghukuman terhadap pelaku tindak pidana adalah sebagai reaksi dari tanggapan orang banyak (publik) yang populer adalah hukuman penjara dari waktu yang paling singkat sampai waktu yang paling lama.dalam kaitan tsb,banyak teori tujuan pidana atau penghukuman mulai dari tujuan pencegahan kejahatan sampai tujuan pembalasan atas kejahatan. juga pendekatan ketepatan penjatuhan hukuman oleh Pengadilan sering berujung kepada pertanyaan apakah selalu sama atau paralel antara penjatuhan hukuman dengan perbuatan tindak pidana oleh pelakunya? sering tidak tepat penentuan hubungan antara penghukuman dengan tindakan perbuatan pelaku dalam peristiwa pidana memungkinkan tanggapan umum yang cederung berkesimpulan hukuman terlalu rendah atau sebaliknya hukuman terlalu tinggi atau  tidak pantasnya hukuman atas pelaku secara kasuistis ;
Bahwa sifat melawan hukumnya perbuatan pidana tidak hanya terletak pada faktor subyektif atau terletak pada diri pelaku melainkan juga terletak pada faktor obyektif diantaranya adalah kejadian yang menyertai kelakuan sipembuat pada saat sedang atau setelah melakukan perbuatan pidana,apakah terdapat keadaan yang menyebabkan pengecualian pidana antara lain keadaan pengaruh daya paksa atau pembelaan darurat. sehingga kedua faktor tsb merupakan indikator penentuan terjadinya peristiwa pidana dan persyaratan penjatuhan hukuman yang berdasarkan hasil pembuktian yang meyakinkan hakim bahkan semua pihak ;
Bahwa sifat melawan hukumnya suatu perbuatan dapat dianggap lenyap jika terdapat kondisi antara lain jika pelaku tidak mendapat keuntungan dari tindakan perbuatannya; negara tidak dirugikan; dan kepentingan umum dilayani saat perbuatan dilakukan oleh pelaku. hal tsb, sampai kini dapat dibenarkan oleh praktisi hukum dalam perkara pidana umum ;
Bahwa salah satu sebab istilah melawan hukum dominan digunakan adalah karena segi perbuatan hukum pidana juga sering disamakan dengan istilah peristiwa pidana dalam artian bahwa perbuatan pidana adalah suatu keniscayaan jika tidak ada peristiwa pidana, sehingga orang berasumsi jika banr terbukti adanya peristiwa pidana maka hanya terdapat dua kemungkinan terhadap pelaku yaitu dapat dihukum atau dilepas dari tuntutan hukuman maupun dibebaskan dari segala dakwaan ;
Kesimpulan :
dalam hukum pidana arti dan makna perbuatan melawan hukum adalah tidak hanya dinilai dari segi sesuainya rumusan ketentuan aturan pidana dengan perbuatan si pelaku, melainkan banyak faktor penilaian lainnya antara lain meliputi sikap batin tercela oleh pelaku serta keadaan yang menyertai perbuatan pada saat sebelum atau sedang atau setelah kejadian peristiwa pidana.-



Sabtu, 17 Januari 2015

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Salah satu istilah perselisihan hukum dalam dunia peradilan adalah perbuatan melanggar hukum, yang perkembangannya beragam penafsiran seiring dengan dinamika kehidupan dan hubungan sosial ekonomi dan kebudayaan masyarakat lokal dan internasional.
Bahwa secara umum dan sederhana perbuatan melanggar hukum atau onrechmatige daad, ditafsirkan hanya sebatas pelanggaran atau ketidak sesuaian perbuatan seseorang dengan peraturan perundang undangan yang berlaku dan bertentangan dengan kebiasaan atau kepatutan, namun dalam perkembangannya penafsiran perbuatan melanggar hukum meluas sesuai dengan bidang atau lapangan kehidupan kemasyarakatan khususnya  dari segi hukum administrasi negara.
Bahwa dari segi hukum administrasi negara; terdapat istilah pengertian Daad van Willekeur, yang dimaksud adalah perbuatan yang tanpa dasar hukum atau tindakan semena mena oleh pejabat administrasi negara yang dapat atau telah merugikan seseorang. selanjutnya istilah Turnamen depou voir, dimaksud adalah perbuatan yang menyalagunakan kekuasaan atau kewenangan dimana seseorang pejabat administrasi negara bertindak atau mengeluarkan suatu keputusan yang telah menggunakan kekuasaan dan kewenangan jabatannya untuk tujuan lain dari tujuan yang menjadi dasar kekuasaan dan kewenangannya. lebih lanjut istilah exces de pou voir, dimaksud adalah tindakan perbuatan pejabat administrasi negara yang telah melampaui batas kekuasaan dan kewenangan jabatannya.
Bahwa kategori pengertian istilah pelanggaran hukum administrasi negara tidak hanya meliputi pelanggaran ketentuan peraturan perundang undang yang mengatur penyelenggaraan kepentingan dan kesejahteraan umum negara yang tunduk pada hukum publik, melainkan juga meliputi perbuatan pejabat atau badan administrasi negara yang bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik, antara lain adalah Ketelitian atau Kecermatan, yang menghendaki ada dan lengkapnya data informasi yang digunakan oleh pejabat atau badan administrasi negara/pemerintahan dalam menerbitkan suatu keputusan tertulis; juga Asas Kepastian Hukum yang menghendaki jika keputusan administrasi negara/pemerintahan selalu berdasarkan kepada peraturan perundang undangan dalam arti luas sebagai kaidah hukum maupun kaidah sosial dalam bermasyarakat bernegara; juga Asas Keseimbangan inter dan antara kepentingan individu, kelompok masyarakat dan pemerintah. juga asas lainnya yang secara rinci disebutkan dalam ketentuan pasal 10 ayat(1) Undang Undang No.30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
Bahwa dari segi susunan hukum ketatanegaraan, asas umum pemerintahan yang baik tsb di atas, sudah secara terperinci dimasukkan dalam salah satu kaidah hukum yang berkedudukan sama seperti kaidah hukum dalam undang undang lainnya, akan tetapi apabila kaidah hukum tsb dihubungkan dengan sumber hukum ketata negaraan, maka kaidah hukum yang bersimpul asas hukum administrasi negara tsb, masih memerlukan kajian bahkan pengujian yang mendalam apakah dalam suatu kondisi hukum tertentu dan masa yang akan datang apakah justru dianggap bertentangan dengan hukum dasar negara atau konstitusi, sehingga konsekuensi hukumnya adalah semua keputusan badan atau pejabat administrasi negara atau pemerintahan yang diterbitkan dan merugikan seseorang atau kelompok masyarakat serta merta sudah dapat dianggap bertentangan dengan konstitusi (in konstitusional), asumsi ini kemungkinan dapat berkembang yang tidak linier dengan perkembangan masyarakat itu sendiri yang juga dapat mengantarkan situasi dan kondisi sosial kemasyarakatan yang anti sosial bahkan depolitisasi maupun kriminalisasi dan dekriminalisasi yang marak dengan variasi tudingan yang dialamatkan kepada pro dan kontra pemerintah dalam menerbitkan suatu keputusan tertulis sekalipun sebatas kepentingan seseorang individu terlepas muatan kepentingan dan  hukumnya terkait langsung atau tidak langsung dengan keputusan tertulis pejabat administrasi pemerintahan.
Bahwa terdapat kemungkinan sisi positip atas eksistensi ketentuan hukum administrasi pemerintahan tentang asas umum pemerintahan yang baik tsb terutama sebagai alat uji atau indikator sah tidaknya suatu keputusan tertulis pejabat administrasi pemerintahan di hadapan hukum dan Badan Peradilan dalam Negara, setidak tidaknya berfungsi menjadi jurisprudensi sebagai sumber hukum itu sendiri. namun dapat juga terjadi sisi negatipnya justru proses peradilan yang menguji keputusan badan atau pejabat administrasi pemerintahan tsb, yang dinilai atau dianggap anti sosial yang juga berujung pro dan kontra akibat ketidak puasan dan frustrasi masyarakat terhadap pemerintahan yang sah dan sedang berjalan.
Bahwa ketentuan hukum tentang asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) kini telah menjadi konstitusif dalam perundang undangan namun memerlukan sosialisasi dan pengujian hukum biasa di hadapan badan peradilan (Mahkamah Agung) maupun Pengujian hukum istimewa dihadapan badan peradilan (Mahkamah Konstitusi) yang berujung anggapan dan tanggapan alternatif apakah suatu keputusan administrasi pemerintahan yang telah atau akan diuji dihadapan badan peradilan itu melanggar hukum administrasi negara maupun hukum umum/perdata atau justru melanggar hukum dasar negara (konstitusi negara).
Kesimpulan :
bahwa  perbuatan melanggar hukum bermacam macam arti dan maknanya sesuai dengan bidang kehidupan hukum yang berlatar belakang perbedaan lapangan kehidupan sosial, politik, ekonomi dan seni budaya serta pertahanan dan keamanan, kaidah hukum yang melingkupinya juga berlainan antara satu dengan yang lainnya terutama hukum administrasi negara atau administrasi pemerintahan tentang pelayanan publik dalam penyelenggaraan administrasi atau  urusan pemerintahan negara dan daerah.-

Jumat, 16 Januari 2015

SEKILAS SENGKETA BATAS DAERAH



Sengketa Batas Daerah adalah perselisihan yang timbul antara wilayah administrasi pemerintahan daerah akibat perbedaan keputusan yang telah diterbitkan oleh badan atau pejabat dari kedua pemerintah daerah provinsi, tentang status wilayah fisik dan status administrasi  dengan hak, kewenangan serta kewajiban yang melekat pada perbedaan obyek tata ruang berikut fungsi dan pemanfaatannya.-
      Bahwa dalam UUD Negara RI 1945, dinyatakan jika wilayah negara itu dibagi lagi menjadi daerah provinsi dan kabupaten/kota dengan bentuk dan susunan pemerintahannya berdasarkan undang undang. Amanat konstitusi ini adalah dasar hukum pembentukan pemerintahan daerah dengan segenap fungsi dan kewenangannya termasuk dalam persoalan pengaturan, pengurusan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil.-
      Bahwa seluk beluk pengaturan tentang penentuan batas antara daerah provinsi dan atara kabupaten/kota dalam satu provinsi maupun diluar provinsi telah ada terahir pada tahun 2008 dengan disahkannya Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 2008 Tentang Perubahan atas PP No.28 Tahun 2002,TentangDaftar Koordinat Geografis Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. hal tsb meskipun tidak berbentuk suatu undang undang, namun proses terbentuknya norma hukum yang ditetapkan memiliki perspektif tenatang hubungan antara pemerintah pusat dan daerah termasuk hubungan kedudukan antara warga negara dengan negara RI, sehinga PP tsb; amat strategis dalam kehidupan administrasi Pemerintahan dan sosial kemasyarakatan, sebab aspek yang terkandung didalamnya tidak semata aspek geografis melainkan dapat menjangkau aspek pelayanan public termasuk aspek perlindungan dan kepastian hukum atas pemanfaatan potensi alam yang bersifat ekonomis dalam wilayah daerah terkat. Oleh karenanya juga berspektrum pengaturan hubungan kewenangan administrasi pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara pemerintah daerah itu sendiri termasuk antara masyarakat daerah.-
       Bahwa beberapa batas wilayah daerah provinsi juga terdiri atas lautan perairan yang didalamnya terdapat pulau kecil yang berciri daratan yang timbul secara alami pada saat pasang surutnya air laut, dan dalam kaitan dengan penyelenggaraan administrasi pemerintahan daerah termasuk mekanisme dan proses pemanfaatannya JIKA justru timbul perselisihan akibat perbadaan tafsir soal penentuan batas wilayah administrasi terhadap suatu pulau kecil yang diklaim termasuk batas wilayah dari suatu pemerintah daerah provinsi, sehingga hal aspek pengaturannya pun telah dilakukan dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN No.76 Tahun 2012 Tanggal 12 Desember 2012 Tentang Penegasan batas daerah), Namun masih tersisa Pertanyaan sebagai berikut : Bagaimana prosedur hukum administrasi negara tentang penetapan batas daerah yang diapit oleh pulau kecil? dan Bagaimana kekuatan hukum putusan atas penetapan batas antara daerah provinsi termasuk keberadaan kedudukan putusan pejabat administrasi negara atas penyelesaian sengketa batas daerah? Serta Bagaimana Implikasi Hukum Administrasi Negara yang ditimbulkan jika terjadi penolakan atau delegitimasi masyarakat darah (public) terhadap Peraturan Menteri? bahkan Putusan Lembaga Peradilan/Pelaksana Kekuasaan Kehakiman yang telah memutuskan keberadaan pulau kecil sebagai wilayah administrasi pemerintahan suatu provinsi?
      Bahwa sesuai ketentuan pasal 11 PP No.37 Tahun 2008 dinyatakan bahwa Pemerintah melakukan pembaharuan secara rutin untuk memperbaiki dan melengkapi kekurangan-kekurangan  dalam penetapan kordinat geodrafis titik terluar untuk menarik garis pangkal kepulauan sebagaimana dimaksud pasal  3 sampai pasal 8, selanjutnya dinyatakan bahwa pembaharuan dimaksud diselenggarakan oleh pemerintah yang melaksanakan tugas dibidang survey dan pemetaan dibawah koordinasi kementerian yang membidangi politik hukum dan keamanan. Selanjutnya dinyatakan bahwa apabila dikemudian hari terdapat pulau pulau terluar,atol,karang kering terluar,elevasi surut terluar,teluk,muara sungai,terusan atau kuala,pelabuhan, yang dapat digunakan untuk penetapan titik titik dari garis pangkal kepulauan belum termasuk dalam lampiran sebagaimana maksud pasal 9 ayat(2), maka diadakan perubahan dalam lampiran tersebut sesuai dengan data baru. Lebih lanjut dinyatakan bahwa apabila dikemudian hari Kordinat Geografis Titik titik terluar,Pulau Pulau terluar,Atol,karang Kering Terluar,Elevasi Surut terluar,Teluk,Muara Sungai,Terusan atau kuala dan Pelabuhan berubah, maka diadakan penyesuaian dalam lampiran. Konsisten dengan kebutuhan pemutakhiran data dan informasi geografis keberadaan pulau kecil, maka maksud ketentuan pasal 101 dan pasal 102, Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang Undang No.4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial, menghendaki jika pemutakhiran data dan informasi geospasial dilakukan minimal 10 tahun sekali dengan melibatkan instansi pemerintah lainnya dibawah kendali dan koordinasi teknis Badan Informasi Geospasial.-
   Bahwa perubahan data dan informasi geospasial yang dapat diklaim menjadi bagian wilayah daerahnya hanya dapat dibenarkan setelah terlebih dahulu adanya penetapan oleh Badan Informasi Geospasial, diantaranya hasil olahan informasi data berupa pembuatan peta dasar pulau kecil tsb, sehingga tidak semua Menteri dianggap sah memutuskan eksistensi suatu pulau kecil berada di wilayah administrasi suatu daerah yang berubah dari daerah sebelumnya hanya sebab alasan yang bersifat pelayanan kepentingan usaha dan badan usaha  tertentu. Dalam kaitan tsb, sengketa batas daerah justru muncul disaat yang sama terdapat perbedaan kepentingan dan kewenangan antara pejabat administrasi yang mendapat delegasi tugas dan kewengan  khusus penyelenggaraan urusan pemerintahan tertentu dengan pejabat administrasi yang diberi wewenang khusus Memutuskan penetapan perubahan batas wilayah suatu daerah tertentu, sehingga tolok ukur pengujian suatu keputusan Badan atau pejabat Administrasi Pemerintahan adalah ada tidaknya pelanggaran ketentuan peraturan perundang undangan yang sederajat dengan undang undang atau setingkat lebih rendah dari undang undang secara formal, juga bertentangan tidaknya dengan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) sebagaimana maksud ketentuan pasal 10 ayat(1) Undang Undang No.30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, antara lain : asas kepastian hukum; asas kesimbangan antar kepentingan individu dan antara individu dengan kelompok masyarakat serta antara masyarakat dengan masyarakat bahkan antara masyarakat dengan pemerintah; Ketelitian atau kecermatan informasi; juga tidak menyalagunakan kewenangan,melampaui batas kewenangan bahkan tidak mencampur adukkan kewenangan dalam proses penerbitan suatu keputusan atau tindakan oleh instansi atau pejabat administrasi Pemerintahan.-
     Bahwa hak konstitusional warga negara untuk menguji suatu peraturan perundang undang juga ada dua golongan yaitu untuk uji materil terhadap suatu Undang Undang dapat dilakukan dan diajukan kepada Mahkamah konstitusi sedangkan golongan lainnya adalah untuk uji materil peraturan dibawah undang undang diajukan kepada Mahkamah Agung. Dalam kaitan tsb, khusus pengujian peraturan dibawah undang undang, akibat tidak ada pembatasan secara formal berapa kali dibolehkan mengajukan permohonan, maka silih bergantinya pihak pemerintah daerah maupun kelompok masyarakat di daerah yang berkepentingan juga dimungkinkan dan dibolehkan menguji materil suatu peraturan tentang batas daerah kepada Mahkamah Agung.-
Alternatif lainnya dapat dilakukan oleh pemerintah maupun kelompok masyarakat adalah mendorong kerja sama pemanfaatan pulau kecil berbatasan tsb dan pendistribusian bagian pendapatan daerahnya masing-masing, namun harus ditetapkan dengan mekanisme dan prosedur berdasarkan Peraturan daerah masing masing.-
Kesimpulan :
1.  Bahwa penetapan batas Wilayah daerah secara berjenjang untuk wilayah provinsi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, dan untuk wilayah kabupaten/kota dilakukan oleh Gubernur selaku wakil pemerintah pusat dengan suatu Keputusan yang sesuai dengan hasil penetapan serta penggunaan data informasi Geospasial dari badan informasi geospasial ;
2.  Bahwa penyelesaian perselisihan batas daerah juga secara berjenjang dilakukan oleh Menteri dalam negeri bagi sengketa antara provinsi, dan Gubernur bagi sengketa antara kabupaten dalam satu provinsi ;
3.  Bahwa alternative penyelesaian perselisihan batas daerah provinsi adalah kerja sama antara daerah yang ditetapkan dalam peraturan daerah oleh kedua daerah berbatasan, sedangkan jalur Peradilan secara kasuistis dapat mengajukan permohonan uji materil peraturan dibaah undang undang, alternative selanjutnya jika ternyata terjadi kerugian materil terhadap suatu pihak individu maupun kelompok masyarakat atas suatu keputusan administrasi pemerintahan, maka dimungkinkan mengajukan gugatan ke pengadilan negeri maupun pengadilan tata usaha negara.-

Kamis, 15 Januari 2015

SEKITAR SENGKETA HAK MILIK ATAS TANAH

Hak Milik Atas Tanah adalah Hak yang terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai oleh seseorang secara turun temurun dan pemanfaatannya tidak bertentangan dengan kepentingan umum orang banyak, serta dapat dipertanggungjawabkan secara lahir-batin baik dihadapan orang banyak maupun dihadapan pemerintah serta hukum dan pengadilan.
Bahwa sesuai dinamika perkembangan sosial kemasyarakatan maka hak milik atas tanah merupakan salah satu jaminan utama dalam bisnis khususnya utang piutang antara pemilik tanah dengan pemilik uang/modal terutama pihak bank atau lembaga pembiayaan non bank berbadan hukum. Selanjutnya terlepas dari syarat dan bentuk serta sanksi atas pelaksanaan perjanjian utang piutang itu sendiri, maka benturan kepentingan para pihak sering terjadi sehingga mewujudkan adanya perselisihan atau konflik hukum yang berujung penyelesaian lewat jalur badan peradilan. Lebih lanjut bahwa konflik hukum para pihak sering terjadi yang diawali dengan sengketa pribadi terutama dari pihak pemegang hak milik atas tanah terutama konflik sesama ahli waris yang masing masing mengklaim berhak atas tanah warisan yang belum terbagi diantara pewaris dari mereka, sehingga hak milik yang diklaim diminta untuk dipecah bagian diantara mereka yang menandakan jika konlik kepentingan ahli waris berlangsung terus menerus yang diturunkan kepada mereka, oleh karenanya dapat berdampak negatif kepada pihak pemberi utang maupun penerima utang dengan jaminan tanah tsb. Pertanyaan Apakah beralihnya pemegang hak milik atas tanah menghapus perjanjian utang? dan Apakah utang yang dijaminkan dengan hak milik tanah harus diperbaharui oleh pemegang hak milik yang terahir bila terjadi pergantian nama dalam sertifikat hak milik (SHM)? atau Apakah pihak yang berpiutang dapat memperbaharui utang apabila ada putusan pengadilan yang membatalkan hak milik pihak yang berpiutang ?
1.Bahwa apabila ada putusan pengadilan yang membatalkan SHM atas nama orang yang berutang,maka perjanian utang piutang tetap berlangsung sampai kemudian dihapus sesuai syarat yang ditentukan dalam perjanjian utang piutang.hal tsb kemungkinan inisiatif untuk melakukan penghapusan piutang selain syaratnya yang tidak mudah oleh pihak pemberi utang, kecuali jika dalam perjanjian telah ditetapkan bahwa pengalihan pemegang hak milik tanah obyek penjaminan (hak tanggungan) dianggap sebagai hal yang terjadi diluar kesanggupan dan tanggungjawab pihak yang berutang, maka tanpa putusan pengadilan yang khusus membatalkan status peralihan hak milik tsb,hak yang utang piutang tetap melekat pada hak milik yang masih sah tercantum dalam SHM tsb.
2.Bahwa apabila pihak berpiutang sebelum jatuh tempo ingin perbaharui utang pokok kepada pemegang hak milik yang lain dalam hal pemegang hak dalam SHM lebih dari seorang, maka hal tsb dimungkinkan selama hak milik yang dijaminkan tidak untuk hak tanggungan yang sama, misalnya obyek jaminan hak milik kepada jaminan pertama hanya dari hak milik atas tanah sedangkan jaminan kedua hanya rumah atau bangunan di atas tanah hak milik dan hanya dilakukan oleh pemegang hak milik yang lain selain penjamin pertama tsb.-
3.Bahwa karena hak tanggungan adalah  mekekat dan mengikuti hak pokok yaitu hak milik atas tanah dan bangunan yang dijaminkan maka pengakhiran hak jaminan pertama tidak melampaui batas akhir jaminan kedua, yang mengakibatkan bengkaknya kucuran jumlah piutang oleh pemberi utang sedangkan bagi pihak penerima utang/yang berutang diantaranya adalah lebih dipersingkat jatuh tempo pelunasan atau pengembalian pinjaman, sehingga memungkinkan pemegang hak milik diantaranya secara terpisah dapat dilakukan tagih paksa dengan tindakan penyitaan dan lelang/penjualan umum oleh pihak berpiutang yang sama. akan tetapi dalam hal pihak berpiutang adalah berbeda, maka secara berurut pemegang hak jaminan atau tanggungan yang pertama terlebih dahulu jatuh tempo pelunasannya daripada pemegang hak jaminan yang kedua.hal tsb, adalah pedoman agar kelak apabila terjadi kondisi tunggakan pelunasan utang atau penundaan pembayaran maka penyelesaian pembayarannya juga dilakukan secara berurut dari pemegang hak jaminan pertama dan seterusnya.-
4.Bahwa sengketa hak milik apabila timbul pada saat berlangsungnya perjanjian utang piutang memungkinkan salah satu diantara hak tanggungan adalah justru dianggap tidak sah akibat pembatalan sebagian atas SHM misalnya salah seorang pemegang hak milik tanah dalam SHM divonnis bersalah melakukan perbuatan melanggar hukum oleh pengadilan dan dihukum dengan mengalihkan sebagian hak milik atas tanah kepada pemegang hak milik yang lain namun hal tsb tidak membatalkan perjanjian utang piutang lainnya atas obyek hak milik tsb.-
5.Bahwa contuh ilustrasi kejadian yang sering pula terjadi dalam praktek peradilan, vonnis hakim justru menghukum pemegang hak milik  diantara yang satu dan menyerahkan sepenuhnya hak milik dan penguasaan obyek hak jaminan, dalam hal terjadi sengketa kewarisan mengenai gugatan pemecahan boedel harta warisan diantara ahli waris, antar yang belum dan yang telah terdaftar peralihan atau perolehan hak miliknya atas tanah. sedangkan persoalan lain yang juga dapat timbul berdampak pada pembaharuan utang piutang dengan berpiutang yang sama pihaknya, jika vonnis hakim justru menguatkan keabsahan pemegang hak milik dalam SHM yang berujung pembatalan perjanjian utang piutang dengan jaminan SHM dimana pihak yang menjaminkan SHM hanya berstatus kuasa dari pemegang hak milik dalam SHM tsb, kuasa mana telah ditarik atau dibatalkan sebelum berlangsungnya perjanjian utang piutang dengan hak tanggungan kedua tsb. dalam hal terhir tsb, pihak berpiutang dimungkinkan mengajukan hak gugatan pembatalan perjanjian maupun pembatalan SHM atas pihak penjamin/berutang yang telah dianggap merekayasa data keterangan yang mengakibatkan kerugian bagi pihak berpiutang.-
6.Bahwa dalam ilustrasi kejadian di atas, dasar hukum pengajuan gugatan atau tuntutan hukum umumnya adalah kebenaran fakta pembuktian tentang cara perolehan hak milik atas tanah itu sendiri, diantaranya adalah Surat atau bukti tertulis yang digolongkan sebagai akte authentic maupun surat biasa atau dibawah tangan;  Dengan akte dimaksud adalah surat khusus yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang bertugas dan berwewenang untuk melakukan membuat atau menerbitkannya, yang berisi hal sesuatu yang dicantumkan sesuai bentuk dan tata caranya berdasarkan peraturan perundang undangan, contoh Akte Notaris tentang Akte Pemberian Hak Tanggungan (APHT); Akte Kelahiran dari kantor Catatan Sipil Pemerintah setempat. Sedangkan Surat Biasa atau surat di bawah tangan dimaksud adalah surat yang bukan akte yang berciri pernyataan dan keterangan tertulis tentang hal sesuatu dan sesuai maksud atau tujuan surat itu sendiri, contoh : Daftar Hadir Siswa Sekolah, Mahasiswa di kelas studi Fakultas, faktur pembelian barang elekronik dll.sebagaimana maksud pasal 1865,BurgelijWetbook/BW/kitabHukumPerdata yang masih berlaku sesuai ketentuan aturan peralihan UUD Negara RI Tahun 1945 yang antara lain menyatakan tetap berlakunya undang undang yang terlebih dahulu ada sebelumnya sepanjang tidak bertentangan atau dinyatakan dicabut atau dinyatakan tidak berlaku. Adapun cara perolehan hak milik menurut pasal 584 BW/KUHPerdata, antara lain: karena kewarisan; pendudukan terdahlu atau bezit; Leverensir atau jual beli; Daluarsa atau lampau waktu (silahkan baca artikel kami berjudul aneka tafsir hak milik atas tanah).-
7.Bahwa Pencabutan atau penghapusan hak milik atas tanah maupun Pembatalan SHM kemungkinan dapat terjadi dalam 2(dua) hal kejadian yaitu : akibat putusan pengadilan dalam perkara pidana maupun perdata dan akibat putusan dalam perkara tata usaha negara. Sebagai contoh Ilustrasi dalam suatu perkara pidana dimana seorang pemegang hak tanggungan atas hak milik tanah dituntut pidana karena memalsukan data keterangan dalam pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dimana penerima kucuran kredit berkedudukan sebagai kuasa pemegang hak milik atas tanah jaminan dalam SHM, dan telah melangsungkan perjanjian utang piutang dengan pihak bank; terahir diketahui jika semua data keterangannya dianggap palsu atau dipalsukan sejak terbitnya akte notaries dan perjanjian kredit tsb. Hal tsb jika ternyata kemudian terdakwanya sebagai pemberi hak tanggungan dihukum secara bersama sama (pemegangang hak dalam SHM dan Penerima kredit atas namanya pemegang hak milik dalam SHM) karena tindak pidana pemalsuan surat akte, maka Hak milik atas tanah tsb dianggap tidak sah dan dihapus atau dicoret otomatis oleh instansi penerbit SHM tsb,atas perintah atau eksekusi putusan Pengadilan ybw. Juga contoh yang lain dalam perkara tata usaha negara, pembatalan SHM ditujukan terhadap pemegang hak milik dalam SHM sedangkan kuasanya sebagai penerima hak tanggungan atau pihak berutang atau sebagai pihak dalam perjanjian utang piutang dengan pihak bank, disimpulkan justru sebagai pihak pemegang hak milik yang sebenarnya, maka keadaan hukum tsb, bagi kreditur bank masih membuka peluang pembaharuan utang piutang dalam arti normal biasa Selama tidak diperjanjikan sebaliknya sebagai suatu larangan, serta putusan pengadilan tata usaha negara tsb, dilaksanakan oleh instansi pertanahan terkait.-
Kesimpulan :
1)      Bahwa pembatalan hak milik tidak membatalkan perjanjian utang piutang selama tidak ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap, sebaliknya perjanjian utang piutang melekat atau mengikuti Hak Milik atas tanah selama adanya putusan yang telah berkekuatan hukum yang tetap dan mengikat para pihak berutang dan berpiutang selama hak milik atas tanah tsb tidak dibatalkan oleh putusan pengadilan.-
2)      Bahwa ikatan perjanjian utang piutang dengan jaminan hak milik atas tanah dalam SHM, tetap sah dan berlangsung sampai batas masa berahirnya, serta selama tidak diperjanjikan sebaliknya jika terdapat keadaan terjadi pembatalan SHM berdasarkan putusan Pengadilan yang mengadili gugatan atau mengadili tuntutan Pidana.-

Senin, 12 Januari 2015

NORMA PIDANA BIDANG PERLINDUNGAN ANAK



Norma Pidana adalah seperangkat peraturan perundang undangan tentang larangan atas sesuatu akibat tidak terpenuhinya suatu kewajiban tertentu dengan ancaman hukuman bagi pelanggarnya.
bahwa anak adalah karunia tuhan yang maha esa yang diakui juga memiliki hak-hak dasar atau  hak dan kewajiban asasi sebagai manusia, sehingga implementasi dari hak dasar dari seorang anak, antara lain hak untuk hidup dan kehidupan yang layak sesuai kemampuan serta  perkembangan jiwa raganya serta lingkungannya, juga  hak untuk tidak diperlakuan secara diskrimanatif dalam situasi dan kondisi khusus yang bagaimana pun saat sedang atau akan dialami oleh anak tertentu termasuk saat anak berhadapan dengan masalah hukum, misalnya terlibat sebagai apapun dalam peristiwa pidana tertentu, juga hak untuk memperoleh perlindungan dari Penyalagunaan kegiatan politik; Pelibatan dalam konflik bersenjata dan Kerusuhan Sosial serta Peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; Peperangan dan Kejahatan Seksual, adalah sudah diterima dan diakui secara sadar oleh masyarakat luas, sehingga sudah sepatutnya mendapat tempat untuk perlindungan, pengawasan  atau penindakan dan  penegakan hukumnya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
bahwa dalam undang undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, sebagai perubahan dari undang undang sebelumnya, terdapat ketentuan norma pidana sebagai berikut :
                            Pasal 76A 
Setiap orang dilarang:
a. memperlakukan Anak secara diskriminatif yang mengakibatkan Anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau
b. memperlakukan Anak Penyandang Disabilitas secara diskriminatif.
                           Pasal 76B
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran.
                           Pasal 76C
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
                             Pasal 76D
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
                          Pasal 76E
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa,melakukan tipu muslihat, melakukan  serangkaian kebohongan, atau  membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
                            Pasal 76F
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan Anak.
                            Pasal 76G
Setiap Orang dilarang menghalang-halangi Anak untuk  menikmati  budayanya  sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya  dan/ atau menggunakan bahasanya sendiri tanpa mengabaikan akses pembangunan Masyarakat  dan budaya.
                            Pasal 76H
Setiap Orang dilarang merekrut atau memperalat Anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan  Anak tanpa perlindungan jiwa.
                          Pasal 76I
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak. 
                          Pasal 76J
(1) Setiap Orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan,menyuruh melibatkan Anak dalam penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi narkotika dan/atau psikotropika.
(2) Setiap Orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan,melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi alkohol dan zat adiktif lainnya. 
                             Pasal 77
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76A dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling  banyak Rp100.000.000,(seratus juta rupiah).
                          Pasal 77A
(1)   Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap Anak yang masih dalam kandungan dengan alasan dan tata cara yang tidak dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A,dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,(satu miliar rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kejahatan.
                              Pasal 77B
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76B,dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,(seratus juta rupiah).
                              Pasal 80
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C,dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,(tujuh puluh dua juta rupiah).
(2)  Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,(seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,(tiga miliar rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.     
                          Pasal 81
(1)  Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76Didipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,(lima miliar rupiah).
(2)  Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali,pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan,maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana  sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
                          Pasal 82
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000, (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga)  dari  ancaman pidana  sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
                             Pasal 83
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp60.000.000,(enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
                         Pasal 86A
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76G dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,(seratus juta rupiah).
                          Pasal 87
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76H dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,(seratus juta rupiah).
                          Pasal 88
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76I,dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun  dan/atau  denda paling banyak Rp200.000.000,(dua ratus juta rupiah).
                            Pasal 89
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76J ayat (1), dipidana dengan pidana mati  atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun  dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,(lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76J ayat (2), dipidana dengan pidana Penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp20.000.000,(dua puluh juta rupiah) dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Bahwa salah satu tujuan pendekatan pemidanaan dalam undang undang tsb, adalah mempertahankan nilai nilai moral kemanusiaan yang telah diterima oleh masyarakat luas, sehingga penghukuman dirasakan sebagai tanggapan masyarakat guna memperbaiki atau mengendalikan ketimpangan sosial yang telah atau akan terjadi dalam basis sosial lingkungan keluarga kepada masyarakat atau pengendalian sosial dalam rangka pengakuan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia khususnya perlindungan hak hak anak dalam lingkungan keluarga dan kelompok masyarakat.
Kesimpulan :
-bahwa keberadaan dan fungsi norma pidana dalam upaya perlindungan anak adalah penguatan nilai moral budi pekerti luhur yang memungkinkan penerimaan atau pengakuan secara sadar atas pelaksanaan atau pebegakan hak asasi anak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.-