Sengketa Batas Daerah adalah perselisihan yang timbul antara
wilayah administrasi pemerintahan daerah akibat perbedaan keputusan yang telah
diterbitkan oleh badan atau pejabat dari kedua pemerintah daerah provinsi,
tentang status wilayah fisik dan status administrasi dengan hak, kewenangan serta kewajiban yang
melekat pada perbedaan obyek tata ruang berikut fungsi dan pemanfaatannya.-
Bahwa dalam UUD Negara RI
1945, dinyatakan jika wilayah negara itu dibagi lagi menjadi daerah provinsi
dan kabupaten/kota dengan bentuk dan susunan pemerintahannya berdasarkan undang
undang. Amanat konstitusi ini adalah dasar hukum pembentukan pemerintahan
daerah dengan segenap fungsi dan kewenangannya termasuk dalam persoalan
pengaturan, pengurusan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil.-
Bahwa seluk beluk
pengaturan tentang penentuan batas antara daerah provinsi dan atara
kabupaten/kota dalam satu provinsi maupun diluar provinsi telah ada terahir
pada tahun 2008 dengan disahkannya Peraturan
Pemerintah No.37 Tahun 2008 Tentang Perubahan atas PP No.28 Tahun 2002,TentangDaftar Koordinat Geografis Titik Garis
Pangkal Kepulauan Indonesia. hal tsb meskipun tidak berbentuk suatu undang
undang, namun proses terbentuknya norma hukum yang ditetapkan memiliki
perspektif tenatang hubungan antara pemerintah pusat dan daerah termasuk
hubungan kedudukan antara warga negara dengan negara RI, sehinga PP tsb; amat
strategis dalam kehidupan administrasi Pemerintahan dan sosial kemasyarakatan, sebab
aspek yang terkandung didalamnya tidak semata aspek geografis melainkan dapat
menjangkau aspek pelayanan public termasuk aspek perlindungan dan kepastian
hukum atas pemanfaatan potensi alam yang bersifat ekonomis dalam wilayah daerah
terkat. Oleh karenanya juga berspektrum pengaturan hubungan kewenangan
administrasi pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara
pemerintah daerah itu sendiri termasuk antara masyarakat daerah.-
Bahwa beberapa batas
wilayah daerah provinsi juga terdiri atas lautan perairan yang didalamnya
terdapat pulau kecil yang berciri daratan yang timbul secara alami pada saat
pasang surutnya air laut, dan dalam kaitan dengan penyelenggaraan administrasi
pemerintahan daerah termasuk mekanisme dan proses pemanfaatannya JIKA justru
timbul perselisihan akibat perbadaan tafsir soal penentuan batas wilayah
administrasi terhadap suatu pulau kecil yang diklaim termasuk batas wilayah
dari suatu pemerintah daerah provinsi, sehingga hal aspek pengaturannya pun
telah dilakukan dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN No.76
Tahun 2012 Tanggal 12 Desember 2012 Tentang Penegasan batas daerah), Namun
masih tersisa Pertanyaan sebagai
berikut : Bagaimana prosedur hukum administrasi negara tentang penetapan batas
daerah yang diapit oleh pulau kecil? dan Bagaimana kekuatan hukum putusan atas
penetapan batas antara daerah provinsi termasuk keberadaan kedudukan putusan pejabat
administrasi negara atas penyelesaian sengketa batas daerah? Serta Bagaimana
Implikasi Hukum Administrasi Negara yang ditimbulkan jika terjadi penolakan
atau delegitimasi masyarakat darah (public) terhadap Peraturan Menteri? bahkan
Putusan Lembaga Peradilan/Pelaksana Kekuasaan Kehakiman yang telah memutuskan
keberadaan pulau kecil sebagai wilayah administrasi pemerintahan suatu
provinsi?
Bahwa sesuai ketentuan
pasal 11 PP No.37 Tahun 2008 dinyatakan
bahwa Pemerintah melakukan pembaharuan secara rutin untuk memperbaiki dan
melengkapi kekurangan-kekurangan dalam
penetapan kordinat geodrafis titik terluar untuk menarik garis pangkal
kepulauan sebagaimana dimaksud pasal 3 sampai
pasal 8, selanjutnya dinyatakan bahwa pembaharuan dimaksud diselenggarakan oleh
pemerintah yang melaksanakan tugas dibidang survey dan pemetaan dibawah
koordinasi kementerian yang membidangi politik hukum dan keamanan. Selanjutnya
dinyatakan bahwa apabila dikemudian hari terdapat pulau pulau
terluar,atol,karang kering terluar,elevasi surut terluar,teluk,muara
sungai,terusan atau kuala,pelabuhan, yang dapat digunakan untuk penetapan titik
titik dari garis pangkal kepulauan belum termasuk dalam lampiran sebagaimana
maksud pasal 9 ayat(2), maka diadakan perubahan dalam lampiran tersebut sesuai
dengan data baru. Lebih lanjut dinyatakan bahwa apabila dikemudian hari
Kordinat Geografis Titik titik terluar,Pulau Pulau terluar,Atol,karang Kering
Terluar,Elevasi Surut terluar,Teluk,Muara Sungai,Terusan atau kuala dan
Pelabuhan berubah, maka diadakan penyesuaian dalam lampiran. Konsisten dengan
kebutuhan pemutakhiran data dan informasi geografis keberadaan pulau kecil,
maka maksud ketentuan pasal 101 dan pasal 102, Peraturan Pemerintah No.9 Tahun
2014 Tentang Pelaksanaan Undang Undang
No.4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial, menghendaki jika pemutakhiran
data dan informasi geospasial dilakukan minimal 10 tahun sekali dengan
melibatkan instansi pemerintah lainnya dibawah kendali dan koordinasi teknis
Badan Informasi Geospasial.-
Bahwa perubahan data dan
informasi geospasial yang dapat diklaim menjadi bagian wilayah daerahnya hanya
dapat dibenarkan setelah terlebih dahulu adanya penetapan oleh Badan Informasi
Geospasial, diantaranya hasil olahan informasi data berupa pembuatan peta dasar
pulau kecil tsb, sehingga tidak semua Menteri dianggap sah memutuskan
eksistensi suatu pulau kecil berada di wilayah administrasi suatu daerah yang
berubah dari daerah sebelumnya hanya sebab alasan yang bersifat pelayanan
kepentingan usaha dan badan usaha tertentu. Dalam kaitan tsb, sengketa batas
daerah justru muncul disaat yang sama terdapat perbedaan kepentingan dan
kewenangan antara pejabat administrasi yang mendapat delegasi tugas dan
kewengan khusus penyelenggaraan urusan
pemerintahan tertentu dengan pejabat administrasi yang diberi wewenang khusus
Memutuskan penetapan perubahan batas wilayah suatu daerah tertentu, sehingga
tolok ukur pengujian suatu keputusan Badan atau pejabat Administrasi
Pemerintahan adalah ada tidaknya pelanggaran ketentuan peraturan perundang
undangan yang sederajat dengan undang undang atau setingkat lebih rendah dari
undang undang secara formal, juga bertentangan tidaknya dengan asas umum
pemerintahan yang baik (AUPB) sebagaimana maksud ketentuan pasal 10 ayat(1) Undang Undang No.30 Tahun 2014 Tentang
Administrasi Pemerintahan, antara lain : asas kepastian hukum; asas kesimbangan
antar kepentingan individu dan antara individu dengan kelompok masyarakat serta
antara masyarakat dengan masyarakat bahkan antara masyarakat dengan pemerintah;
Ketelitian atau kecermatan informasi; juga tidak menyalagunakan
kewenangan,melampaui batas kewenangan bahkan tidak mencampur adukkan kewenangan
dalam proses penerbitan suatu keputusan atau tindakan oleh instansi atau
pejabat administrasi Pemerintahan.-
Bahwa hak konstitusional warga negara untuk
menguji suatu peraturan perundang undang juga ada dua golongan yaitu untuk uji
materil terhadap suatu Undang Undang dapat dilakukan dan diajukan kepada
Mahkamah konstitusi sedangkan golongan lainnya adalah untuk uji materil
peraturan dibawah undang undang diajukan kepada Mahkamah Agung. Dalam kaitan
tsb, khusus pengujian peraturan dibawah undang undang, akibat tidak ada pembatasan
secara formal berapa kali dibolehkan mengajukan permohonan, maka silih
bergantinya pihak pemerintah daerah maupun kelompok masyarakat di daerah yang
berkepentingan juga dimungkinkan dan dibolehkan menguji materil suatu peraturan
tentang batas daerah kepada Mahkamah Agung.-
Alternatif lainnya
dapat dilakukan oleh pemerintah maupun kelompok masyarakat adalah mendorong
kerja sama pemanfaatan pulau kecil berbatasan tsb dan pendistribusian bagian
pendapatan daerahnya masing-masing, namun harus ditetapkan dengan mekanisme dan
prosedur berdasarkan Peraturan daerah masing masing.-
Kesimpulan :
1. Bahwa penetapan batas Wilayah daerah secara
berjenjang untuk wilayah provinsi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, dan
untuk wilayah kabupaten/kota dilakukan oleh Gubernur selaku wakil pemerintah
pusat dengan suatu Keputusan yang sesuai dengan hasil penetapan serta
penggunaan data informasi Geospasial dari badan informasi geospasial ;
2. Bahwa penyelesaian perselisihan batas daerah juga
secara berjenjang dilakukan oleh Menteri dalam negeri bagi sengketa antara
provinsi, dan Gubernur bagi sengketa antara kabupaten dalam satu provinsi ;
3. Bahwa alternative penyelesaian perselisihan batas
daerah provinsi adalah kerja sama
antara daerah yang ditetapkan dalam peraturan daerah oleh kedua daerah
berbatasan, sedangkan jalur Peradilan secara kasuistis dapat mengajukan permohonan
uji materil peraturan dibaah undang undang, alternative selanjutnya jika
ternyata terjadi kerugian materil terhadap suatu pihak individu maupun kelompok
masyarakat atas suatu keputusan administrasi pemerintahan, maka dimungkinkan
mengajukan gugatan ke pengadilan negeri maupun pengadilan tata usaha negara.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar