T
|
indak Pidana adalah suatu
perbuatan yang dilakukan dalam keadaan dan situasi yang tertentu oleh undang
undang dinyatakan terlarang, yang karenanya telah terjadi dapat mengakibatkan
penghukuman badan dan atau moral bahkan perampasan sebagian kekayaan bagi
pelakunya.
Bahwa
Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, adalah serangkaian perbuatan terlarang oleh undang undang, dan tercela
dalam kaitan dengan kegiatan kehidupan Rumah Tangga sebagai basis sosial
kemasyarakatan, dalam situasi dan kondisi tertentu yang telah terjadi karenanya
dapat dikenakan sanksi fisik maupun moral bagi pelakunya.
Bahwa salah satu urgensi pembentukan
undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam rumah tangga, adalah untuk
meningkatkan situasi dan kondisi keamanan dan ketenteramana umum masyarakat
serta sebagai sarana pengendalian sosial kemasyarakatan jika manusia adalah benar
mempunyai hakekat sebagai mahluk tuhan yang tertinggi dimuka bumi, karenanya
penghormatan, pengakuan dan perlindungan
serta penegakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan masyarakat adalah
tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam arti luas.
Bahwa Ketentuan
tentang larangan yang tergolong sebagai tindak pidana kekerasan dalam rumah
tangga , terdapat dalam pasal 44 sampai dengan pasal 53, SUndang Undang No. 23
Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam rumah tangga, sebagai berikut :
Pasal 44
(1)
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik
dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana
dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000,00
(lima belas juta rupiah).
(2)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana
dengan pidana penjarapaling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak
Rp 30.000.000,00 (tiga
puluh juta rupiah).
(3)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan
matinya korban, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
(4)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan
sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau
denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 45
(1)
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis
dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.9.000.000,00
(sembilan juta rupiah).
(2)
Dalam
hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan
sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau
denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Pasal 46
Setiap orang yang melakukan
perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta
rupiah).
Pasal 47
Setiap orang yang memaksa orang
yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 48
Dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban
mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurangkurangnya selama 4
(empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau
mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20
(dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima
juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Pasal
49
Dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :
a.
menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1);
b. menelantarkan
orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
Pasal 50
Pasal 50
Selain pidana
sebagaimana dimaksud dalam Bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan
berupa :
a. pembatasan gerak
pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu
dari pelaku;
b. penetapan pelaku
mengikuti program konseling di bawah pengawasan
lembaga tertentu.
lembaga tertentu.
Pasal 51
Tindak pidana
kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) merupakan delik
aduan.
Pasal 52
Tindak
pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) merupakan delik
aduan.
Pasal 53
Tindak
pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 yang dilakukan
oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya merupakan delik aduan.
Bahwa sasaran pokok ketentuan larangan tsb, adalah semata
terhadap pelaku orang perseorangan,
Namun dalam sistem peradilan pidana kini telah membedakan
antara pelaku tindak pidana perseorangan
dengan badan (koorporasi), dalam
kedudukannya sebagai subyek hukum, yaitu
pendukung hak maupun kewajiban dihadapan hukum. Oleh karenanya ketentuan atau
norma pidana atas kekerasan dalam rumah tangga adalah merupakan kejahatan moral
hazad atau dehumanisasi akibat berkurangnya kesadaran hukum masyarakat dalam
upaya pengakuan dan perlindungan serta penghormatan juga penegakan hak asasi manusia
Indonesia seutuhnya, dalam arti terjadi gesekan nilai dan prinsip dasar
kemanusiaan kearah negative akibat perlakuan diskriminasi terutama pada manusia
perempuan dan anak anak.
Bahwa praktek hukum membedakan pertanggungjawaban
pidana dari pelaku perbuatan pidana yang bertindak selaku orang pribadi yang
tidak bertindak untuk atau atas nama badan usaha atau koorporasi, karena
pertanggungjawaban atas nama korporasi itu semata diletakkan kepada pengurus
inti/utamanya saja, dengan istilah penamaan apapun. Lain halnya
pertanggungjawaban pidana atas kesalahan orang pribadi seseorang, yang tidak
dalam kaitan dan ikatan dengan sesuatu badan usaha atau koorporasi, sehingga
aturan penyertaan atau pembantuan pelaku perbuatan pidana untuk orang pribadi seseorang dapat
dipertimbangkan secara proporsional untuk mencapai keadilan dan kebenaran serta
kepastian hukumnya.
Kesimpulan :
Bahwa norma pidana
di bidang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, merupakan ketentuan
implementatif dari Pengakuan, Perlindungan dan penegakan hak asasi manusia
sebagai amanat konstitusi negara
sekaligus amanah dan anugrah dari tuhan
yang maha esa serta dari sesama manusia seutuhnya secara lahir dan batin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar