Minggu, 04 Januari 2015

SEKILAS TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA



T
indak Pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan dalam keadaan dan situasi yang tertentu oleh undang undang dinyatakan terlarang, yang karenanya telah terjadi dapat mengakibatkan penghukuman badan dan atau moral bahkan perampasan sebagian kekayaan bagi pelakunya.
Bahwa  Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, adalah serangkaian perbuatan terlarang oleh undang undang, dan tercela dalam kaitan dengan kegiatan kehidupan Rumah Tangga sebagai basis sosial kemasyarakatan, dalam situasi dan kondisi tertentu yang telah terjadi karenanya dapat dikenakan sanksi fisik maupun moral bagi pelakunya.
        Bahwa salah satu urgensi pembentukan undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam rumah tangga, adalah untuk meningkatkan situasi dan kondisi keamanan dan ketenteramana umum masyarakat serta sebagai sarana pengendalian sosial kemasyarakatan jika manusia adalah benar mempunyai hakekat sebagai mahluk tuhan yang tertinggi dimuka bumi, karenanya penghormatan, pengakuan  dan perlindungan serta penegakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan masyarakat adalah tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam arti luas.
        Bahwa  Ketentuan  tentang larangan  yang tergolong  sebagai tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga , terdapat dalam pasal 44 sampai dengan pasal 53, SUndang Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam rumah tangga, sebagai berikut :
Pasal 44
(1)  Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
(2)  Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjarapaling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
(3)  Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
(4)  Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
                       Pasal 45
(1)  Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
(2)  Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Pasal 46
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 47
Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
                                                                          Pasal 48
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang­kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
                                                                            Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :
a.  menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
b.  menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
                                                                      Pasal 50
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa :
a.  pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;
b.  penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan
lembaga tertentu.
Pasal 51
Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) merupakan delik aduan.
Pasal 52
Tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) merupakan delik aduan.
Pasal 53
Tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 yang dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya merupakan delik aduan.
         Bahwa  sasaran pokok ketentuan larangan tsb, adalah semata terhadap pelaku orang perseorangan,  Namun dalam sistem peradilan pidana kini telah  membedakan  antara pelaku tindak pidana  perseorangan  dengan badan (koorporasi), dalam kedudukannya  sebagai subyek hukum, yaitu pendukung hak maupun kewajiban dihadapan hukum. Oleh karenanya ketentuan atau norma pidana atas kekerasan dalam rumah tangga adalah merupakan kejahatan moral hazad atau dehumanisasi akibat berkurangnya kesadaran hukum masyarakat dalam upaya pengakuan dan perlindungan serta penghormatan juga penegakan hak asasi manusia Indonesia seutuhnya, dalam arti terjadi gesekan nilai dan prinsip dasar kemanusiaan kearah negative akibat perlakuan diskriminasi terutama pada manusia perempuan dan anak anak.
       Bahwa  praktek hukum membedakan pertanggungjawaban pidana dari pelaku perbuatan pidana yang bertindak selaku orang pribadi yang tidak bertindak untuk atau atas nama badan usaha atau koorporasi, karena pertanggungjawaban atas nama korporasi itu semata diletakkan kepada pengurus inti/utamanya saja, dengan istilah penamaan apapun. Lain halnya pertanggungjawaban pidana atas kesalahan orang pribadi seseorang, yang tidak dalam kaitan dan ikatan dengan sesuatu badan usaha atau koorporasi, sehingga aturan penyertaan  atau  pembantuan pelaku perbuatan  pidana untuk orang pribadi seseorang dapat dipertimbangkan secara proporsional untuk mencapai keadilan dan kebenaran serta kepastian hukumnya.
Kesimpulan :
         Bahwa  norma  pidana di bidang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, merupakan ketentuan implementatif dari Pengakuan, Perlindungan dan penegakan hak asasi manusia sebagai amanat  konstitusi negara sekaligus  amanah dan anugrah dari tuhan yang maha esa serta dari sesama manusia seutuhnya secara lahir dan batin.

Tidak ada komentar: