Tindak Pidana adalah suatu
perbuatan yang dilakukan dalam keadaan dan situasi yang tertentu oleh undang
undang dinyatakan terlarang, yang karenanya telah terjadi dapat mengakibatkan
penghukuman badan dan atau moral bahkan
perampasan sebagian kekayaan bagi pelakunya.
Bahwa
Tindak Pidana Administrasi Kependudukan,
adalah serangkaian perbuatan terlarang oleh undang undang, dan tercela dalam
kaitan dengan kegiatan penyelenggaraan administrasi kependudukan, dalam situasi dan
kondisi tertentu yang telah terjadi, karenanya dapat dikenakan sanksi fisik
maupun moral bahkan perampasan kekayaan berupa
denda pembayaran sejumlah uang kepada negara bagi pelakunya.
Bahwa salah satu urgensi pengaturan administrasi
kependudukan termasuk juga pembentukan Norma pidana dalam undang undang tentang Administrasi
kependudukan, disatu segi; adalah untuk
perlindungan dan pengakuan serta pengakuan status pribadi dan status
hukum, setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dpalami
oleh penduduk dan warga negara Indonesia
baik yang berada atau berdomisili di luar maupun dalam wilayah negara RI.
Sedangkan dilain segi; adalah untuk penetapan dan penguatan bukti jati diri
seseorang serta kebasahannya dihadapan hukum dan sesama warga negara.
Bahwa Ketentuan
pidana di bidang Administrasi Kependudukan, terdapat dalam Bab XII Pasal 93 sampai dengan Pasal 99, Undang Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, sebagai
berikut :
Pasal 93
Setiap Penduduk
yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau
dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa
Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
Pasal 94
Setiap orang
yang tanpa hak dengan sengaja mengubah, menambah, atau mengurangi isi elemen
data pada Dokumen Kependudukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 95
Setiap orang yang tanpa hak mengakses database kependudukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79 ayat (1), Pasal 86 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 96
Setiap orang
atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/ atau
mendistribusikan blangko Dokumen Kependudukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal
97
Setiap Penduduk yang dengan sengaja mendaftarkan diri sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga lebih dari
satu KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
ayat (1) atau untuk memiliki KTP lebih
dari satu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
63 ayat (6) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 98
(1) Dalam hal pejabat dan petugas pada Penyelenggara dan Instansi Pelaksana melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 atau Pasal 94, pejabat yang bersangkutan dipidana dengan pidana yang sama
ditambah 1/3 (satu pertiga).
(2) Dalam hal pejabat dan petugas pada Penyelenggara dan
Instansi Pelaksana membantu melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 95, pejabat yang bersangkutan dipidana sesuai dengan ketentuan undangundang.
Pasal 99
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96, dan Pasal 97 adalah tindak pidana
Administrasi Kependudukan.
Bahwa sasaran pokok Subyek ketentuan pidana tsb, adalah orang seorang pribadi maupun
dalam kedudukan sebagai unsur pejabat badan penyelenggara dan pelaksana
kependudukan, Sedangkan sasaran pokok Obyek ketentuan pidananya , adalah segenap kegiatan
administrasi dalam peristiwa pelaporan, pencatatan, pengubahan data dan
informasi kependudukan serta tata cara atau proses penerbitan dokumentasi
kependudukan yang bersiafat bertentangan dengan asas penyelenggaraan
administrasi pemerintahan dan melanggar ketentuan peraturan perundang undangan
yang berlaku.
Bahwa
kecenderungan penerapan ketentuan pidana
dalam undang undang tentang administrasi kependudukan dalam perkembangannya,
terdapat sifat hubungan sub ordinatif, dengan ketentuan Undang Undang
Tentang Administrasi Pemerintahan, akibat telah ditetntukannya batasan lingkup
atau cakupan materi muatan dalam pasal 10 ayat (1), Undang Undang No.30 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan, jika setiap proses penerbitan keputusan
tertulis oleh pejabat atau badan administrasi pemerintahan berpedoman pada Asas
Pemerintahan yang Baik (AUPB), antara lain : Asas Kepastian Hukum, Kecermatan,
ketidak berpihakan, Kesimbangan antar Kepentingan dengan Kepentingan Umum, dan
pelayanan yang baik, Keterbukaan, serta tidak menyalagunakan kewenangan atau
melampaui batas kewenangan bahkan tidak mencampur adukkan kewenangan. Oleh
karenanya terdapat pula Alternatif jalur penindakan dan penyelesaian
atas pelanggaran ketentuan pidana maupun administrative di bidang administrasi
kependudukan, yaitu : pilihan lewat penuntutan pidana pada pengadilan negeri
atau tuntutan sengketa tata usaha negara, yang juga diakibatkan perluasan
subyek hukum yang berkedudukan sebagai pemohon atau penggugat dalam sengketa
tata usaha negara yang meliputi pejabat atau badan administrasi pemerintahan,
meskipun ketentuan hukum acaranya masih terdapat perbedaan dengan perkara
lainnya pada pengadilan tata usaha negara. Hal tsb, berimplikasi hukum,
jika tuntutan pidana pada pengadilan negeri menjadi alternative kedua atau
terakhir, sebagai konsekwensi logis jika semua keputusan tertulis pejabat atau
badan administrasi pemerintahan dapat diuji nilai di hadapan pengadilan tata
usaha negara dengan atau tanpa batasan hukum acaranya, juga adanya adagium,
jika hukum administrasi negara dapat mengenyampingkan hukum pidana sebagai
pengecualian dalam kasus administrasi negara termasuk administrasi
kependudukan.
Bahwa praktek
hukum membedakan pertanggungjawaban pidana dari pelaku perbuatan pidana yang
bertindak selaku orang pribadi yang tidak bertindak untuk gan atau atas nama
badan usaha atau koorporasi, dengan
orang pribadi yang bertindak untuk dan atau atas nama badan usaha atau
koorporasi, karena pertanggungjawaban atas nama korporasi itu semata diletakkan
kepada pengurus inti/utamanya saja, dengan istilah penamaan apapun. Lain halnya
pertanggungjawaban pidana atas kesalahan orang pribadi seseorang, yang tidak
dalam kaitan dan ikatan dengan sesuatu tugas, dan fungsi serta kewajiban badan usaha atau koorporasi khususnya Penyelenggara atau pelaksana kependudukan,
sehingga aturan penyertaan atau pembantuan pelaku perbuatan pidana untuk orang pribadi seseorang, dapat
dipertimbangkan secara proporsional dalam kegiatan penyelenggaraan administrasi
kependudukan, untuk mencapai keadilan dan kebenaran serta kepastian hukumnya.-
Kesimpulan :
-
Bahwa
prospek penerapan ketentuan tindak pidana di bidang administrasi kependudukan
masih dapat berfungsi efektif, selama jalur sengketa tata usaha negara tidak
digunakan untuk menilai dan menguji keberadaan keputusan termasuk keputusan
dalam bidang penyelenggaraan dan pelaksanaan administrasi kependudukan baik
secara pribadi oleh orang perseorangan maupun oleh pejabat administrasi
pemerintahan secara inter maupun antara organisasi instansi, baik jajaran
(strata) pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.-
-
Bahwa
ketentuan tentang tindak pidana bidang administrasi kependudukan merupakan
ketentuan hukum yang tidak berdiri sendiri, terlepas kaitannya dengan peraturan
perundang undangan lainnya dalam proses penyelenggaraan kesejateraan dan
ketentraman umum masyarakat dalam arti luas.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar