Minggu, 16 Februari 2014

MILITERISME BUKAN ANCAMAN SEJARAH PERPOLITIKAN



P
emerintah bersama DPR telah menetapkan undang undang tentang aparat sipil Negara (ASN) sebagai suatu karya besar bangsa kita di era sekarang, betapa tidak pemahaman kita atas peraturan perundang undangan tentang aparatur Negara, telah berserakan dimana dimana atau berada diberbagai tempat pengundangan resmi dalam Negara, namun sebelumnya telah ada undang undang tentang pegawai negeri sipil dan undang undang pertahanan Negara serta peradilan meliter, yang juga mengatur kedudukan, fungsi tugas serta kewenangan masing masing aparatur Negara tsb.
Bahwa selama ini, hakekat pemahaman tentang militer adalah alat perlengkapan Negara atau aparatur Negara yang bertugas memanggul senjata dalam rangka kegiatan mempertahankan kedaulatan dan  wilayah Negara sendiri. namun perkembangan belakangan akibat pengelola kekuasaan pemerintahan Negara yang berlalu dan yang cenderung sentralistik dibawah komando panglima tertinggi Negara, menyebabkan perubahan posisi dan peran yang semula menjadi pemegang tampuk kekuasaan pada ketiga cabang kekuasaan Negara yaitu Pemerintahan (eksekutif), Lembaga Perwakilan Rakyat (legeslatif) dan Kekuasaan Kehakiman (yudikatif), terakhir semata sebagai pengawas dalam posisi tengah bahkan posisi dibelakang belaka, ibarat dalam permainan sepak bola hanya sebatas pemain barisan belakang (back). Yang tidak diinstruksikan untuk menyerang sampai menembus garis pertahanan lawan main apalagi untuk mencetak bola. Dalam realitas kini aparat militer tidak lagi ikut lansung mengambil bagian peran dalam kehidupan parlemen dan tidak menjadi politisi praktis dalam mengelola lansung partai politik tertentu. Tudingan semula kalau pihak militer adalah anti demokrasi telah mengerucut punah, namun kecurigaan tidak sirna begitu saja. Issu terakhir adalah penolakan terhadap intelejen militer untuk terjun sebagai partisipan mengawal pengawasan pelaksanaan pemilihan umum secara nasional.
Sepintas lalu kecurigaan seperti itu, meninggalkan bekas anggapan, apabila militer kita tidak diberikan kesempatan untuk menilai bahkan untuk mengintai atau memantau  pergerakan pihak politisi yang bernaung dalam partai politik peserta pemilihan umum itu sendiri. pertanda seakan akan terkesan bahwa pihak militer telah terpinggirkan dalam suasana kehidupan pesta rakyar berdemokrasi, yang mungkin justru dapat bermakna bahwa militer telah dianggap benalu bahkan virus yang dapat menyebar penyakit social masyarakat berbentuk pengaruh mempengaruhi untuk suatu tujuan konstitusional dari dan dalam pelaku demokrasi di tengah berlansung nya pesta pemilihan wakil rakyat, yang berujung pandangan kalau pihak politisi  pelaku demokrasi, kini telah bertingkah laku justru tidak demokratis dan tidak adil terhadap pihak militer. Kemungkinan kondisi tsb diciptakan oleh politisi yang memang bercita cita menjauhi prinsip konstitusi Negara itu sendiri. Dalam kaitan kemungkinan timbulnya kondisi terakhir seperti tsb, maka semua pihak telah terjebak dalam suasana pertentangan ide politik yang berujung pada pelemahan segi konstitusi di satu pihak, dan penguatan segi politik-etik kekuatan politik tertentu dilain segi, yang juga dapat berbuntut munculnya kekuatan baru  politik poros tengah (moderat), yang tidak melemahkan segi konstitusi juga tidak menguatkan segi moral etik dalam suasana pengembaraan politik tertentu.
Suatu contoh pada suasana menjelang pemilu yang telah lampau, politisi yang telah bertingkah mengembara politik sampai ke kubuh kekuatan militer mangakibatkan disintegritas kepemimpinan nasional, yang satu golongan mutlak mendukung gerakan politik oleh politisi tertentu sedangkan yang lain adalah mutlak mendukung gerakan politik oleh karyawan atau pekerja tertentu yang dikendalikan oleh pemimpin militer.-
Bahwa kesetiaan terhadap Negara dan kepercayaan atas paham Negara kesatuan saat itu luntur dengan munculnya pergerakan politik kudeta berdarah untuk mengalihkan pusat kekuasaan Negara ketangan kelompok politisi tertentu. Bahkan dengan cara menggunakan dan  melibatkan kelompok tertentu personil militer. Satu keuntungan atau kemujuran nasib kaum militer saat itu adalah masih terkendalinya para komando kepemimpinan militer, sehingga situasi nasional juga dapat terkendali.
Suatu pemikiran bijaksana jika salah satu modal utama yang telah dimiliki oleh bangsa kita Indonesia dalam sejarah berkonstitusi Negara Indonesia adalam prinsip persatuan dan kesatuan bangsa dibalik kebinekaan, dan nilai pandangan hidup ber panca sila, serta keinginan bersama untuk mecapai kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang bebas merdeka terlepas dari penjajahan (berdaulat), berkeadilan sosial,  yang juga bermakna bercita cita sebagai suatu bangsa yang ingin berdiri sendiri dan ingin hidup berdampingan secara damai, bersahabat dan berkadilan dalam pergaulan antar bagsa bangsa lainnya di muka bumi. 
Bahwa kini kemasan sosialisasi empat pilar bernegara Indonesia, sedapat mungkin dimaknai tidak lain dari pada penguatan prinsip dan daya mengikat serta daya berlakunya nilai dasar konstitusi Negara Indonesia itu sendiri, kepada seluruh pelosok wilayah Indonesia dan di atas segala golongan serta lapisan masyarakat Indonesia itu sendiri serta sumber ide juga semangat peraturan perundang undangan yang berlaku dalam berbagai aspek pembangunan.
Militerisme sebagai suatu ajaran atau cara pandang sesuatu sebelum berdirinya Negara dan konstitusi Indonesia, juga telah dipraktekkan di berbagai golongan dan lapisan masyarakat adat dan kerajaan kerajaan nusa antara terdahulu, mengandung makna jika penciptaan situasi dan kondisi kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan dan ketertiban serta ketentraman juga keamanannya adalah berpegang teguh pada fisafat hidup berani maut dalam kebenaran bukan berani maut karena ketenaran. nilai luhur ketegaran hati dan kejernian fikiran dalam mengambil keputusan bersama secara musyawarah dan mufakat adalah utama, sehingga tidak ada kemungkinan timbulnya korban dan kerugian yang nyata terhadap suatu golongan atau lapisan masyarakat. Sikap pemberontakan (teroris) adalah sikap anti ajaran dan cara pandang militer, sebab telah memaknai keliru jika sama pemahaman antara militerisasi dengan militerisme. Militerisasi adalah suatu gerakan mendidik dan melatih orang-orang untuk menjadi anggota organisasi meliter. sedangkan militerisme adalah paham atau cara pandang yang menyatu (teritegrasi) dengan cara padang Negara itu sendiri oleh orang-orang yang talah menerima dan mengakui terikat dengan cara pandang yang ada dalam konstitusi Negara. Batasan pengertian seperti tsb, lebih bermakna jika militerisme cenderung kepada paham atau ajaran kesetiaan kepada konstitusi Negara, sebaliknya militerisasi bahkan demiliterisasi justru orang yang berpaham anti konstitusi Negara. Kedua ujung persoalan tsb, membawa akibat kenyataan bahwa ciri dan cara orang yang anti konstitusi Negara dapat dipastikan senantiasa bertujuan merusak sitem nilai dan aturan yang sedang berlaku dalam masyarakat, betapa kecilnya pun persoalan yang dihadapi atau alaminya. Sedangkan paham orang yang telah mengakui terikat kepada situasi dan keadaan yang berwujud kesetiaan kepada konstitusi Negara,  dapat juga dipastikan  senantiasa bertujuan percaya adanya persamaan dibalik perbedaan yang ada pada orang dan persoalan yang sedang dihadapinya, juga percaya adanya hukum dibalik hukum serta keberadaan tuhan yang maha esa sebagai sumber dan sebab pertama sesuatu (causa prima). bahwa tidak beralasan akal sehat lagi, jika secara  timbal balik, Politisi dalam membedah persoalan dan mengimplementasikan suatu rencana serta pelaksanaan kegiatan social kemasyarakatan dan pembangunan, senantiasa menjauhi titik peredaran kekuatan militer, demi menjalin hubungan kebersamaan serta persatuan atau kesatuan gerak juang untuk mencapai kesejahteraan dan ketentraman bersama. Sehingga di satu segi, militer Indonesia bukan dipandang hanya sebatas asesoris dalam merekayasa pembangunan, juga bukan hanya sebatas robot boneka yang dapat digunakankan untuk menyenangkan sendiri pemiliknya, apalagi hanya digunakan sebatas manghalau maupun menghancurkan musuh dari pihak ketiga atau pihak asing. Sedangkan dilain segi, militer Indonesia adalah suatu kekuatan strategis penguatan lembaga kenegaraan maupun social kemasyarakatan sekaligus sebagai sarana dalam merekayasa berbagai aspek pembangunan Negara dalam arti luas. Oleh karenanya militerisme selama memegang tegug dan setia kepada prinsip dan nilai yang terkandung dalam konstitusi Negara, adalah bukan merupakan suatu ancaman sejarah dalam merekayasa kehidupan social politik kemasyarakatan dalam Negara kesatuan republik Indonesia.-

1 komentar:

Mujaitun Tukiman mengatakan...

Artikel yang sangat menarik, coba kalian baca juga nih Perbedaan Pemilu 2014 dan 2019