Sabtu, 15 Februari 2014

POSTUR POLITISI SUATU KEBUTUHAN DI DAERAH



S

ering tidak dapat dibedakan yang mana orang yang kegiatan utamanya mengadu domba alias membuat dua orang atau lebih berselisih paham dalam mencapai sesuatu kepentingan yang menguntungkan, sehingga kejadian utamanya adalah apabila satu pihak mencapai tujuannya maka yang lain pihak gagal dan berdampak membenci pihak yang lainnya. Jangankan Politisi Pelajar pun sudah sering merekayasa konflik kepentingan yang mengarah kepada persahabatan dan perdamaian diantara kelompok bermain. Modal utama calon politisi adalah dapat dan sering memediasi perselisihan antara dua kelompok yang bertikai dan membuahkan hasil menyelesaiaknannya secara damai. Namun semata sebagai juru runding, soal damai berbuntut kebutuhan penyelesaian di jalur hukum adalah persoalan kedua atau lanjutan.
Pengalaman kasus perkasus menjadi pendukung utama bagi calon politisi muda belia, namun penyegaran orientasi hukum praktis amat penting sebagai cara pandang dan pendekatan tugas kelak. Salah satu kendala yang sering dijumpai seorang legislator tingkat daerah adalah minimnya konsep pemikiran hukum dalam mengakomodir pendapat yang akan diusul dalam proses penetapan suatu peraturan daerahnya. Betapa tidak mereka dihinggapi pola pikir sempit dengan animo yang penting jadi perda soal pelaksanaannya menjadi tanggungjawab eksekutip.
Paham terakhit tsb, beresiko membuat peta konflik baru dilingkungan public, terutama komunikasi antara masyarakat dengan pihak eksekutif, sebab fungsi peranan politisi di lembaga perwakilan rakyat daerah, tidak semata untuk tugas legislasi, tetapi tugas pengawasan pelaksanaan peraturan harus sejajar dengan tugas penting  lainnya. Dinamika pemikiran untuk membentuk pendapat umum bukan lah sesuatu yang mudah bagi seorang politisi, kenyataan aksi dimata public seorang politisi diharapkan dapat menitik tautkan antara kepentingan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain terkait pelaksanaan peraturan perundang undangan. Tidak hanya terhenti disitu, pengetahuan praktis pembuatan peraturan perundang undangan, tidak lah cukup, tetapi terpenting adalah daya ikat dan daya berlakunya suatu perangkat norma social dan etika apakah dapat menjangkau lebih luas kepentingan yang diatur kelak dalam peraturan daerahnya, sekaligus apakah perda itu ajeg dapat dilaksanakan oleh aparat pelaksana daerah kelak?.
Bahwa public di daerah akan menilai bukan kepintaran bersilat lidah dari seorang politisi dihadapan media public, melainkan mampu dan aktip semaksimal mungkin menampung salurkan, bahkan mengimplementasikan segenap aspirasi masyarakat dalam wujud nyata pelaksanaan pembangunan di daerahnya pada masa yang akan datang. Publik telah terkoptasi pemikiran jika seorang politisi yang diduduk di kursi legeslatif, harus berperan sebagai human invesmen sekaligus invesmen social capital, dalam arti sebagai modal dasar masyarakat manusia (public) yang ber iman dan ber IPTEK, sekaligus pengembang rekayasa modal uang dan barang milik public. Oleh karena itu kemasan partai politik yang mengusung calonnya terutama dalam institusi legeslatif daerah, sedapat mungkin singkron dengan kader yang senantiasa memahami pendekatan pemikiran hukum social, disamping hukum ekonomi public, baik persoalan nyata dalam ranah di luar pengadilan maupun perkembangan kasus public di pengadilan, betapa pentingnya memahami gejala social dan ekonomi yang berkembang dalam perkara-perkara  di Pengadilan, mengharuskan membuka komunikasi yang inten dengan praktisi hukum terutama advokat. Advokat sebagai sosok aparat hukum hanya terkoptasi dengan kepentingan kliennya dalam bentuk perlindungan hukum terhadap diri pribadi atau badan hukum atau lembaga/institusi, baik masyarakat maupun pemerintah, bahkan terkadang kedua duanya, sehingga sharing konsepsi pembangunan oleh seorang politisi dengan advokat lah amat penting dalam situasi dan kondisi perencanaan maupun pelaksanaan serta pengawasan pembangunan di daerahnya. kolaborasi antara politisi dan advokat cenderung dapat mempercepat kemajuan kepentingan kesejahteraan bersama public secara terukur nilai dan terintegrasi serta bermanfaat kelak, Oleh karena itu pula seorang politisi bukan lah seorang provokator dan advocator melainkan seorang pendidik masyarakat, dan motivator penegakan hukum, sekaligus pemimpin opini publik.-

Tidak ada komentar: