Jumat, 14 Maret 2014

ASURANSI PERTANIAN SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN PETANI DAN USAHA TANI



Semua negara kesehteraan menghendaki agar pemerintah dan dunia usaha secara berencana dan berkelanjutan berupaya untuk meningkatkan derajat perlindungan dan pemberdayaan sosial dan ekonomi rakyatnya. Begitu juga Negara RI, telah menetapkan peraturan perundang undangan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, Oleh karena itu salah satu program perlindungan sosial ekonomi dalam Negara kita, adalah Asuransi Pertanian, sebagai sarana yang juga dibutuhkan oleh anggota masyarakat yang bekerja dan berusaha sebagai petani, atau peternak.
Bahwa Asuransi pertanian adalah perjanjian antara petani dengan pihak perusahaan asuransi untuk mengikatkan diri dalam pertanggungan resiko usaha tani.
Ketentuan dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 39, Undang Undang No.19 Tahun 2013, Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, juga telah mengamanatkan segi perlindungan terhadap petani secara perseorangan maupun kelompok dan usaha tani, dengan berbagai kemudahan dalam menyelenggarakan Asuransi Pertanian, antara lain : fasilitasi sosialisasi program asuransi pertanian, aksesibilitas  terhadap Perusahaan Perasuransian atau penyelenggara asuransi pertanian, syarat kepesertaan dan keanggotaan asuransi pertanian, serta bantuan pembayaran premi, dan penguatan kelembagaan petani.
Bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai fasilitator pemberdayaan, sekaligus perlindungan petani dan pengembangan Usaha Tani,  juga telah menugaskan serta mewajibkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sesuai lingkup wewenangnya masing-masing, untuk menjadi penyelenggara Program Asuransi Pertanian.
Persoalan utamanya adalah Apakah resiko penurunan produksi dari budi daya pertanian dan usaha tani yang mempengaruhi harga komoditas tertentu dari suatu kelompok tani, dapat dihitung sebagai manfaat pertanggungan yang memungkinkan memperoleh subsidi atau bantuan harga oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah setempat?. Selanjutnya Apakah semua resiko terjadinya penurunan harga standar komoditas hasil produksi dan usaha tani harus menjadi hak tertanggung petani peserta asuransi pertanian? dan Apakah bantuan atau subsidi harga oleh pemerintah atau pemerintah daerah setempat harus dalam kwalifikasi penetapan terlebih dahulu sebagai Bantuan sosial berupa uang ? atau sebagai bantuan dana Hibah oleh Pemerintah kepada perusahaan asuransi pertanian? Serta Apakah bantuan dana Hibah dapat ditetapkan pula sebagai bantuan premi kepada peserta asuransi pertanian?
Bahwa disatu segi, perhitungan teknis manfaat dan resiko pertanggungan adalah menjadi sasaran obyek (segmen pasar) oleh pihak perusahaan asuransi pertanian, dan menjadi beban atau tanggungjawab finansial pihak perusahaan asuransi pertanian. Sehingga memungkinkan penanggung resiko menutupi Klaim pertanggungan dengan cara bantuan dana hibah dari BUMN/BUMD melalui Pemerintah/Pemerintah Daerah, kepada pihak perusahaan asuransi pertanian, sebagai konsekwensi logis dimungkinkannya Hibah dialih pinjamkan oleh Pihak Pemerintah/Pemerintah Daerah kepada BUMN/BUMD dalam posisinya sebagai mitra perusahaan asuransi pertanian. Oleh karenanya klaim pertanggungan atas resiko penurunan harga produksi usaha tani tidak diperuntukkan atas Dana Bantuan Sosial terhadap petani maupun perusahaan Tani bahkan terhadap pihak perusahaan asuransi pertanian. Sedangkan dilain segi, Pemerintah pusat sebagai konsekwensi kewenangannya dapat menghitung dan menetapkan suatu Hibah dapat dialih-pinjamkan kepada  suatu Badan Usaha yang menjadi mitra usaha tani dari Badan Usaha Milik Negara. Sehingga resiko pertanggungan (klaim) terhadap penurunan produksi usaha tani dapat ditutupi oleh perusahaan asuransi pertanian sebagai dana bantuan premi oleh pemerintah melalui BUMN mitranya. Juga karena sumber dana hibah adalah termasuk pemberi hibah pihak pengusaha asing luar negeri, maka alih pinjaman dana hibah oleh pemerintah kepada perusahaan asuransi pertanian dalam negeri  tetap dibolehkan (tidak terlarang). Oleh karena itu perusahaan asuransi pertanian tidak hanya terikat terhadap kalim pertanggungan kepada pihak petani/kelompok tani maupun lembaga/asosiasi usaha tani, tetapi juga terikat dengan pihak pemerintah bersama Badan usaha milik Negara.
Dalam Ketentuan Pasal 3 sampai dengan Pasal 9, dan Pasal 17, Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2012, Tentang Hibah Daerah, menunjukkan keterkaitannya dengan segmen pasar atau klaim resiko pertanggungan dalam asuransi pertanian, sebagai berikut :
1.   Menejemen resiko pertanggungan asuransi pertanian, harus berlandasan hukum Perjanjian, antara petani dengan perusahaan asuransi pertanian, dan antara perusahaan asuransi pertanian dengan Badan Usaha Milik Negara/Daerah melalui Pemerintah Pusat/Daerah.
2.   Hiban  dari pemerintah kepada daerah dilaksanakan melalui mekanisme APBN/APBD, dan hibah daerah dilakukan melalui perjanjian.
3.   Hibah kepada pemerintah daerah diteruskan kepada BUMD, dan diprioritaskan untuk penyelenggaraan pelayanan publik, serta memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiscal.
4.   Bentuk perjanjian hibah daerah maupun perjanjian penerusan hibah, sekurang kurangnya berisi : Tujuan ; Jumlah ; Sumber ; Penerimaan ; Persyaratan ; Tata cara Penyaluran dan Tata cara Pelaporan dan Evaluasinya, serta hak dan kewajiban pemberi dan penerima hibah serta saknsi pelaksanaan perjanjian.
Kesimpulan : Bahwa Asuransi Pertanian merupakan suatu kebutuhan anggota masyarakat yang bekerja atau menggeluti pekerjaan sebagai petani termasuk peternak, maupun usaha tani, serta perjanjian sebagai landasan hukum utama antara pelaku usaha tani dan perusahaan asuransi pertanian, dalam kerangka perlindungan sekaligus pemberdayaan masyarakat Indonesia.-

Tidak ada komentar: