Semua negara kesehteraan
menghendaki agar pemerintah dan dunia usaha secara berencana dan berkelanjutan
berupaya untuk meningkatkan derajat perlindungan dan pemberdayaan sosial dan
ekonomi rakyatnya. Begitu juga Negara RI, telah menetapkan peraturan perundang
undangan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, Oleh karena itu salah satu
program perlindungan sosial ekonomi dalam Negara kita, adalah Asuransi
Pertanian, sebagai sarana yang juga dibutuhkan oleh anggota masyarakat yang
bekerja dan berusaha sebagai petani, atau peternak.
Bahwa Asuransi pertanian adalah
perjanjian antara petani dengan pihak perusahaan asuransi untuk mengikatkan
diri dalam pertanggungan resiko usaha tani.
Ketentuan dalam Pasal 37 sampai dengan
Pasal 39, Undang Undang No.19 Tahun 2013, Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani, juga telah mengamanatkan segi perlindungan terhadap petani secara
perseorangan maupun kelompok dan usaha tani, dengan berbagai kemudahan dalam
menyelenggarakan Asuransi Pertanian, antara lain : fasilitasi sosialisasi
program asuransi pertanian, aksesibilitas terhadap Perusahaan Perasuransian atau
penyelenggara asuransi pertanian, syarat kepesertaan dan keanggotaan asuransi pertanian,
serta bantuan pembayaran premi, dan penguatan kelembagaan petani.
Bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sebagai fasilitator pemberdayaan, sekaligus perlindungan petani dan
pengembangan Usaha Tani, juga telah
menugaskan serta mewajibkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD), sesuai lingkup wewenangnya masing-masing, untuk
menjadi penyelenggara Program Asuransi Pertanian.
Persoalan utamanya adalah Apakah
resiko penurunan produksi dari budi daya pertanian dan usaha tani yang
mempengaruhi harga komoditas tertentu dari suatu kelompok tani, dapat dihitung
sebagai manfaat pertanggungan yang memungkinkan memperoleh subsidi atau bantuan
harga oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah setempat?. Selanjutnya Apakah semua
resiko terjadinya penurunan harga standar komoditas hasil produksi dan usaha
tani harus menjadi hak tertanggung petani peserta asuransi pertanian? dan
Apakah bantuan atau subsidi harga oleh pemerintah atau pemerintah daerah setempat
harus dalam kwalifikasi penetapan terlebih dahulu sebagai Bantuan sosial berupa
uang ? atau sebagai bantuan dana Hibah oleh Pemerintah kepada perusahaan
asuransi pertanian? Serta Apakah bantuan dana Hibah dapat ditetapkan pula
sebagai bantuan premi kepada peserta asuransi pertanian?
Bahwa disatu segi, perhitungan
teknis manfaat dan resiko pertanggungan adalah menjadi sasaran obyek (segmen
pasar) oleh pihak perusahaan asuransi pertanian, dan menjadi beban atau
tanggungjawab finansial pihak perusahaan asuransi pertanian. Sehingga
memungkinkan penanggung resiko menutupi Klaim pertanggungan dengan cara bantuan
dana hibah dari BUMN/BUMD melalui Pemerintah/Pemerintah Daerah, kepada pihak
perusahaan asuransi pertanian, sebagai konsekwensi logis dimungkinkannya Hibah
dialih pinjamkan oleh Pihak Pemerintah/Pemerintah Daerah kepada BUMN/BUMD dalam
posisinya sebagai mitra perusahaan asuransi pertanian. Oleh karenanya klaim
pertanggungan atas resiko penurunan harga produksi usaha tani tidak
diperuntukkan atas Dana Bantuan Sosial terhadap petani maupun perusahaan Tani
bahkan terhadap pihak perusahaan asuransi pertanian. Sedangkan dilain segi, Pemerintah
pusat sebagai konsekwensi kewenangannya dapat menghitung dan menetapkan suatu
Hibah dapat dialih-pinjamkan kepada
suatu Badan Usaha yang menjadi mitra usaha tani dari Badan Usaha Milik
Negara. Sehingga resiko pertanggungan (klaim) terhadap penurunan produksi usaha
tani dapat ditutupi oleh perusahaan asuransi pertanian sebagai dana bantuan
premi oleh pemerintah melalui BUMN mitranya. Juga karena sumber dana hibah
adalah termasuk pemberi hibah pihak pengusaha asing luar negeri, maka alih
pinjaman dana hibah oleh pemerintah kepada perusahaan asuransi pertanian dalam
negeri tetap dibolehkan (tidak
terlarang). Oleh karena itu perusahaan asuransi pertanian tidak hanya terikat
terhadap kalim pertanggungan kepada pihak petani/kelompok tani maupun
lembaga/asosiasi usaha tani, tetapi juga terikat dengan pihak pemerintah
bersama Badan usaha milik Negara.
Dalam Ketentuan Pasal 3 sampai
dengan Pasal 9, dan Pasal 17, Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2012, Tentang
Hibah Daerah, menunjukkan keterkaitannya dengan segmen pasar atau klaim resiko
pertanggungan dalam asuransi pertanian, sebagai berikut :
1.
Menejemen
resiko pertanggungan asuransi pertanian, harus berlandasan hukum Perjanjian,
antara petani dengan perusahaan asuransi pertanian, dan antara perusahaan
asuransi pertanian dengan Badan Usaha Milik Negara/Daerah melalui Pemerintah
Pusat/Daerah.
2.
Hiban dari pemerintah kepada daerah dilaksanakan
melalui mekanisme APBN/APBD, dan hibah daerah dilakukan melalui perjanjian.
3.
Hibah
kepada pemerintah daerah diteruskan kepada BUMD, dan diprioritaskan untuk
penyelenggaraan pelayanan publik, serta memperhatikan stabilitas dan
keseimbangan fiscal.
4.
Bentuk
perjanjian hibah daerah maupun perjanjian penerusan hibah, sekurang kurangnya
berisi : Tujuan ; Jumlah ; Sumber ; Penerimaan ; Persyaratan ; Tata cara
Penyaluran dan Tata cara Pelaporan dan Evaluasinya, serta hak dan kewajiban
pemberi dan penerima hibah serta saknsi pelaksanaan perjanjian.
Kesimpulan : Bahwa Asuransi
Pertanian merupakan suatu kebutuhan anggota masyarakat yang bekerja atau
menggeluti pekerjaan sebagai petani termasuk peternak, maupun usaha tani, serta
perjanjian sebagai landasan hukum utama antara pelaku usaha tani dan perusahaan
asuransi pertanian, dalam kerangka perlindungan sekaligus pemberdayaan
masyarakat Indonesia.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar