Senin, 31 Maret 2014

SEKILAS LINTAS TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA



         Salah satu perkembangan  kehidupan ketatanegaraan kita adalah soal yang terkait dengan masalah organisasi dan tata laksana pembinaan dan pengawasan aparatur negara. Dan Istilah atau sebutan untuk aparatur negara di bidang pemerintahan, sejak dulu dikenal dengan istilah atau sebutan Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan sekarang berkembang juga istilah baru yaitu  : aparat sipil negara (ASN), yang menunjukkan pengertian PNS dalam arti yang lebih luas, meliputi Pegawai kontrak, bahkan dalam jabatan tertentu, pejabat Pembina kepegawaian  dapat  mengangkat anggota TNI atau anggota POLRI  dalam mengisi lowongan jabatan tertentu sesuai kebutuhan.
        Bahwa salah satu latar belakang pentingnya pembuatan  Undang Undang No.5 Tahun 2014,  Tentang Aparat Sipil Negara, adalah keinginan untuk membangun aparat sipil negara yang memiliki integritas, profesional dan netral serta bebas dari intervensi politik, juga bebas dari praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme, dan mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat serta dapat menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945.
        Dari segi peristilahan dapat dipahami jika pembedahan dua golongan aparatur negara, yaitu : aparat sipil dan aparat militer, sejak dulu pun berlangsung, namun kini dengan istilah baru  tsb, antisipasi kesalah pahaman atas perbedaan penggolongan aparat negara dalam dua golongan tsb, mulai terkikis habis dengan terbit dan di undangkannya Undang Undang No.5 Tahun 2014, Tentang Aparat Sipil Negara. 
         Apakah sewaktu waktu dibutuhkan untuk mengisi lowongan jabatan tertentu di dalam lingkup jabatan pemerintahan, anggota TNI maupun POLRI itu status kedudukannyanya adalah dipekerjakan atau dikontrak ? atau diperbantukan saja oleh instansi induk atau instansi asalnya? Dan Apakah pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang berasal dari anggota TNI/POLRI meliputi Jabatan Pimpinan Tinggi? Juga Apakah Sistem Merit dalam upaya pembangunan aparat pemerintahan dapat mengatasi gejala atau mencegah timbulnya praktek KKN?  juga Apakah Komisi Aparat Sipil Negara mampu mengalih fungsikan beban tugas pimpinan aparat pengawas internal kementerian dan lembaga pemerintahan yang sudah ada?. 

1.Bahwa apabila anggota TNI atau anggota POLRI diangkat dalam suatu jabatan tertentu oleh pejabat Pembina kepegawaian, dengan status kedudukannya sebagai pegawai yang diperbantukan atas permintaan dan persetujuan dari atasan instansi asalnya, maka hal itu dianggap sebagai kondisi normal dan sah sah saja, karena beban keuangan Negara atas pengangkatan personil tsb, tetap berada dan dikelola oleh instansi asal personil tsb. Sebaliknya apabila personil tsb, diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian dengan suatu perjanjian (kontrak), maka beban keuangan Negara adalah dikekola dan menjadi tanggungjawab instansi tujuan penempatan personil tsb.
2.Bahwa sasaran ideal kebutuhan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk memenuhi kebutuhan dalam jabatan tertentu, misalnya : Inspektur atau Pengawas maupun Pemeriksa Inter Keuangan, sejogyanya meliputi jabatan Tinggi dalam organisasi pemerintahan, jika PPPK tsb, bersumber dari anggota TNI/POLRI, sebagai resultan maksud ketentuan dalam pasal 13 dan pasal 14 serta pasal 18, Undang undang No.5 Tahun 2014 Tentang Aparat Sipil Negara, yang masing-masing menyatakan sebagai berikut : Jabatan Aparat Sipil Negara terdiri atas : Jabatan Administrator, Jabatan Fungsional dan Jabatan Pimpinan Tinggi, sedangkan Jabatan fungsional terdiri atas : jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan. Selanjutnya jabatan fungsional keahlian terdiri lagi atas : Ahli Utama, Ahli Madya, Ahli Muda dan Ahli Pratama. Juga jabatan fungsional keterampilan terdiri lagi atas : Penyelia, Mahir, Terampil dan Pemula. Juga jabatan pimpinan Tinggi terdiri lagi atas : Pimpinan Tinggi Utama, Pimpinan Tinggi Madya dan Pimpinan Tinggi Pratama. Sehingga Pengangkatan PPPK yang sumber asal tenaga personil instansi TNI/POLRI, penempatannya dalam struktur jabatan adalah sesuai juga dengan struktur yang ada dalam Instansi TNI/POLRI, dalam arti bahwa untuk jabatan organisasi tingkat pusat pemerintahan sumber asal PPPK dari TNI/POLRI juga minimal personil aktif yang berpangkat Brigadir Jenderal.
3.Bahwa Sistem Merit adalah sistem pembinaan kepegawaian berdasarkan Karir dan Prestasi Kerja, yang terukur secara administrasi dan realitas pencapaian tugas dan pengabdian seseorang Pegawai, dalam lingkup tugas yang diembannya dalam organisasi jabatan pemerintahan. Selanjutnya bahwa karir kepegawaian sesuai mekanisme dan tradisi yang telah berjalan adalah diawali dengan pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) lalu pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), bersumber dari ajaran tentang status yang menggambarkan postur kedudukan seorang dalam organisasi pemerintahan Negara, yang secara formal diterima dan diakui berdasarkan suatu ketetapan tertulis pejabat Pembina kepegawaian. oleh karenanya sitem karir kepegawaian sejogyanya tersusun terencana dan terstruktur berdasarkan atau bersumber dari kekuasaan dan kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian, yang juga berasal dari kekuatan hukum Undang Undang atau Peraturan Pemerintah atau peraturan Lembaga Tinggi Negara atas perintah Undang Undang. lebih lanjut bahwa akibat dari kondisi tidak seimbangnya antara lowongan pengadaan dengan jabatan yang tersedia, menimbulkan kondisi yang berlansung terus menerus dimana jumlah pegawai bertumpuk, sedangkan jumlah jabatan relatif terbatas, yang juga memungkinkan kesenjangan antara pencapaian tugas (kinerja) dan sikap pengabdian seorang pegawai, oleh karena itu juga kode etik kepegawaian yang telah tersusun sebaik mana pun, akan senjang dalam kenyataannya (realitas), selama pendekatan cara pembinaan semata atas kekuasaan formal pejabat Pembina kepegawaian, yang sarat dengan muatan kepentingan politik formal dalam Negara, apalagi dengan kondisi kedudukan kepala pemerintah Negara dirangkap oleh pimpinan suatu Partai Politik.
4.Bahwa Komisi Aparat Sipil Negara selain Badan Kepegawaian Negara dan Lembaga Administrasi Negara, secara  eksistensi organisasi bertanggungjawab langsung kepada Presiden dalam kedudukan sebagai kepala pemerintah Negara, memiliki tugas kewenangan yang primadona dibidang pengawasan personil dan administrasi terhadap aparat sipil Negara. Sebab keberadaan fungsi inisiator dan inspeksi jabatan organisasi instansi BKN dan LAN maupun Inpektorat Jenderal Kementerian atau Lembaga negara, yang selama ini telah berlansung, untuk kurung waktu kedepan berjalan dikendalikan langsung oleh KASN, yang tentunya bukan tanpa resiko psykhologis maupun keuangan negara.
           Praktek mekanisme tradisi Pengangkatan Calon Pegawai atau Pengangkatan Dalam Jabatan Kepegawaian yang pernah berjalan, jika instansi tunggal berwewenang mengangkat CPNS dan Pejabat dalam suatu Jabatan tertentu bagi PNS, adalah semata Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN), Sehingga tidak terhindar terjadinya Kesenjangan kewenangan antara Instansi BAKN dengan pihak departemen/Kementerian, khususnya pembinaan karir kepegawaian, yang juga disebabkan kesenjangan relasi politik antara pejabat tinggi instansi departemen/kementerian dengan BAKN. Bukan kah saat itu Menteri sebagai Pemimpin departemen Pemerintahan adalah juga Pejabat Pembina Kepegawaian disamping pengendali admisistrator tertinggi khususnya dilingkungan jabatan Departemen/kementerian yang dipimpinnya? Selanjutnya akibat proses dan mekanisme pengangkatan personil CPNS dan PNS dalam jabatan tertentu yang harus didahului dengan adanya persetujuan Kepala BAKN, Menteri tidak berwewenang atau tidak diserahi wewenang jabatan untuk mengangkat lansung personil seorang PNS menduduki jabatan tertentu dalam lingkup departemen/kementerian yang dipimpinnya, tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Kepala BAKN, sementara eksistensi jabatan Kepala BAKN saat itu, adalah bukan  pejabat Pembina langsung teknis jabatan disemua lingkungan Departemen/Kementerian Negara, hal mana terjadi overlepping atau pelampauan kekuasaan oleh Kepala BAKN terhadap kekuasaan seorang bahkan semua pejabat Menteri Negara dan pejabat tinggi departemen/kementerian pemerintahan saat itu, karena terjadi pertentangan kepentingan politik dan kekuasaan antara Menteri Negara dengan Kepala BAKN. Tidak sedikit pihak pejabat tinggi pemerintah pusat saat itu merasa frustasi, akibat kekuasaan BAKN yang sangat luas dan paling menentukan karir kepegawaian seorang PNS, yang menduduki jabatan tertentu, yang demi pengabdian dan prestasinya yang gemilang untuk masa depan, seketika dapat hancur-luluh diterpa keinginan belaka dari  seorang Kepala BAKN, hal mana juga sebagai akibat dari kekuasaan tunggal seorang Kepala BAKN dalam bidang Kepegawaian, yang cederung disalahgunakan oleh aparat pelaksananya sendiri, sehingga BAKN saat itu sarat kepentingan  politik, dan praktek pemerasan dan suap-menyuap disamping KKN kerap terjadi pada saat itu. Oleh karenanya harapan kita kedepan bahwa peraturan pelaksanaan Undang Undang tentang ASN, dapat menampung kejelasan batasan kewenangan dalam rangka pembinaan tugas dan pengabdian Aparat Sipil Negara, terutama dalam struktur organisasi pusat pemerintahan Negara RI, dengan sikap anti KKN,  juga tidak arogansi kepentingan instansional, untuk pengabdian nasional Negara RI. Hal ini sejalan dengan maksud ketentuan pasal 20 dan pasal 29 sampai dengan pasal 32,  Undang undang No.5 Tahun 2014 Tentang Aparat Sipil Negara, yang antara lain menyatakan disatu pihak; bahwa bahwa Jabatan aparat sipil Negara tertentu, dapat diisi dari Prajurit TNI dan Anggota POLRI, dan pengisian jabatan aparat sipil Negara tertentu yang berasal dari Prajurit TNI atau Anggota POLRI, dilaksanakan pada instansi pusat,  sebagaimana diatur dalam Undang Undang Tentang TNI dan Undang Undang tentang POLRI, dan bahwa Jabatan aparat sipil Negara tertentu dapat diisi dari Prajurit TNI dan Anggota POLRI, sedangkan dilain pihak; bahwa Komisi aparat sipil Negara berfungsi mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode prilaku aparat sipil Negara, serta penerapan sistem merit dalam kebijakan dan Manajemen Aparat sipil Negara pada instansi Pemerintahan, juga Komisi aparat sipil Negara bertugas antara lain untuk menjaga netralisasi pegawai ASN, dan melakukan pengawasan atas pembinaan profesi ASN, serta melaporkan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan Manajemen ASN kepada Presiden, juga kewenangan Komisi aparat sipil Negara melakukan pendataan informasi dan investigasi serta pemeriksaan dokumen atas laporan pelanggaran norma dasar dan kode etik pegawai ASN,  baik dari pejabat instansi terkait maupun dari masyarakat.
Kesimpulan :
Bahwa Pejabat Pembina kepegawaian harus independen dan tidak terpengaruh dengan kepentingan golongan politik tertentu, dan tidak melimpahkan wewenang dan kekuasaan termasuk pengawasannya hanya kepada Komisi Aparat Sipil Negara, dalam rangka pengawasan perseorangan maupun kolektif atas Aparat Sipil Negara (ASN), sekaligus dalam rangka proses penentapan pengangkatan pejabat dalam jabatan tertentu pada lingkungan Pemerintahan pusat maupun Pemerintah daerah. dan hanya karena batasan kewenangan yang jelas dan sedetail mungkin dalam peraturan pelaksanaan, praktek KKN dapat dihindari dalam proses penentuan serta penetapan pengangkatan pejabat dilingkungan organisasi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.



      

Tidak ada komentar: