Z
|
akat adalah suatu kewajiban seorang
muslim untuk menyisihkan sebagaian harta kekayaan yang telah dimiliki untuk diserahkan
langsung atau dengan bantuan pengurus yang mengabdi sebagai pengumpul maupun
pembagi manfaat, kepada sesama muslim yang berhak menerima.
Selanjutnya bahwa zakat untuk usaha
produktif dalam upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan,
adalah salah satu tujuan yang hakiki dari pelaksanaan syariah islam secara
melembaga, dan diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun unsur masyarakat umat islam Indonesia, serta
sebagai wujud kesadaran sekaligus kesetiakawanan sosial umat islam.
Dalam
ketentuan Pasal 4, Undang Undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat,
dinyatakan bahwa zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah, sedangkan zakat
mal meliputi : Emas, perak, uang dan surat berharga, hasil pertanian ; perkebunan ; peikanan,
industri dan pertambangan, pendapatan dan jasa serta rikaz. Selanjutnya syarat
dan tata cara penghitungan zakat mal tsb, diatur dalam peraturan Menteri.
Lebih
lanjut ketentuan tentang Lembaga atau organisasi pengelolaan zakat dengan
sebutan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), dibentuk oleh Pemerintah, dan
keberadaannya sampai ke wilayah provinsi, dan kabupaten atau kota, tercantum
dalam pasal 5 sampai dengan pasal 16, Undang Undang No.23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat.
Bahwa sebagai
lembaga pengelola zakat, disamping Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), terdapat
Lembaga Amail Zakat, yang dibentuk oleh organisasi masyarakat keagamaan islam
yang terdaftar dan memenuhi syarat yang ditentukan Pemerintah melalui BAZNAS,
sehingga lembaga pengelola zakat merupakan paduan organisasi yang dibentuk
pemerintah dan yang dibentuk oleh masyarakat islam, dengan sebutan Lembaga Amil
Zakat (LAZ), sebagaimana maksud ketentuan pasal 17 sampai dengan pasal 20,
Undang Undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Juga bahwa masyarakat
terbuka untuk dapat berperan serta dalam pembinaan maupun pengawasan terhadap
pengelolaan zakat baik yang dilaksanakan oleh BANAS maupun LAZ, sebagaimana
maksud ketentuan pasal 35, Undang Undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat.
Disatu
segi, bahwa aspek tugas dan kewenangan
pemerintah secara fungsional atau non structural serta secara sporadis,
terdapat di lingkungan pejabat pemerintah pusat sampai kepada pejabat Pemerintah
provinsi dan kabupaten atau kota, sehingga pembiayaan operasional dalam
pengelolaan zakat adalah dapat bersumber baik dari APBN, maupun APBD. Hal tsb
memungkinkan terjadinya duplikasi pembiayaan pemerintah akibat pelaksanaan
pengelolaan zakat itu sendiri. sebab, dengan sasaran pelaksanaan kegiatan yang
sama, yaitu : biaya pengumpulan zakat dan pendistribusian hasil pengumpulan
zakat tsb, oleh pemerintah pusat, di laporkan telah dilkasanakan juga oleh
pemerintah provinsi, juga oleh pemerintah kabupaten/kota, oleh karenannya sulit
terhindar duplikasi pengeluaran pembiayaan akibat pengelolaan zakat oleh pihak
pemerintah. Hal tsb juga menunjukkan tidak singkron atau tidak harmonisnya
Undang Undang Tentang Pengelolaan Zakat, dengan Undang Undang Tentang
Perbendaharaan Negara, yang telah melarang atau bermaksud mencegah adanya
duplikasi penganggaran keuangan negara. sedangkan di lain segi, bahwa
organisasi masyarakat agama islam yang berpartisipasi dalam pengelolaan Zakat,
diwilayah kerja yang sama dan terhadap sasaran yang sama juga dilaporkan
membutuhkan bantuan pembiayaan dalam waktu yang bersamaan, baik yang bersumber
bantuan pembiayaan dari APBD Provinsi maupun dari APBN, sehingga pencegahan
pemborosan keuangan Negara atau daerah sulit dihindari oleh pemerintah,
meskipun laporan hasil audit keuangan secara independen telah dilaksanakan, dan
meskipun juga terdapat adanya ketentuan sanksi atas pelarangan serta
pelanggaran maupun kejahatan terkait, sebagaimana maksud ketentuan dalam pasal
36 sampai pasal 42, Undang Undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
Sebagai
peraturan pelaksanaan tentang pengelolaan zakat tsb, maka dalam ketentuan Pasal
53 sampai dengan Pasal 66, Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 2014 Tentang
Pelaksanaan Undang Undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, maka masalah
pokok terkait dengan mekanisme kerja dan kewenangan lembaga pengelola atau
pemungutan maupun pembagian (distribusi) zakat, adalah antara lain sebagai berikut :
1. Bahwa terdapat
istilah atau penamaan “Mesjid Negara disamping Mesjid Raya”, sebagai sub organ pemungut
atau pengumpul zakat maupun pembagi zakat, yang menunjukkan sasaran pengumpulan
atau pembagian zakat secara langsung oleh aparat pemerintah. Bukan kah Mesjid
itu milik umat islam bukan milik pemerintah? Hal tsb masa yang akan dating,
diperlukan kedalaman pemahaman umat islam itu sendiri, agar tidak terjerembab
dalam suasana saling curiga maupun sumber konflik lainnya.
2. Bahwa BAZNAS
berwewenang mengumpulkan zakat melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ), maupun
secara langsung, selanjutnya bahwa pengumpulan Zakat melalui UPZ dilakukan
dengan membentuk UPZ pada Lembaga Negara, Kementerian/lembaga pemerintah non
kementerian, BUMN dan Perusahaan Swasta Nasional dan Asing, Perwakilan RI di
luar negeri dan di kantor-kantor perwakilan/lembaga Negara asing, serta di
Mesjid Negara. Sedangkan pengumpulan zakat secara langsung, dilakukan oleh
perangkat atau sarana organisasi BAZNAS jenjang pusat sampai kabupaten/kota.
3. Bahwa
Masyarakat dapat membantu BAZNAS dengan membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ), yang
memenuhi persyaratan berbentuk organisasi masyarakat yang terdaftar, dan
memiliki izin khusus dari Menteri atau pejabat yang berwenang untuk itu sesuai
jenjang wilayah kerja masing-masing. Hal tsb, memungkinkan partisipasi luas
oleh lembaga/organisasi sosial dan keagamaan islam, namun resiko bantuan
keuangan dan pembiayaan maupun bantuan sosial juga berkelanjutan bertambah
meningkat, atas beban APBN maupun APBD dengan teknis pengawasan dan
pertanggungjawaban anggaran semakin kompleks.
4. Bahwa apabila
di suatu wilayah dan komunitas belum terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ, maka
perseorangan tokoh umat islam (Alim-Ulama) atau pengurus/takmir
Mesjid/Mushollah melakukan kegiatan Amil Zakat atau pengelolaan zakat, atas
pemberitahuan tertulis kepada Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
setempat.
Kesimpulan :
1.Bahwa perlu penyebarluasan
minat kerja sama dan partisipasi perseorangan maupun organisasi sosial
kemasyarakat dan keagamaan islam, dalam upaya pengumpulan maupun
pendistribusian zakat secara langsung kepada umat muslimin dan muslimat dan
pembagian langsung terhadap umat muslin dan muslimat yang berhak menerima zakat
berdasarkan ketentuan syariah dan undang undang serta peraturan pelaksanaan
tentang pengelolaan zakat di seluruh wilayah RI.
2.Bahwa pengawasan dan
pertanggungjawaban keuangan atas bantuan keuangan pembiayaan maupun bantuan
sosial akibat pelaksanaan kegiatan pengelolaan zakat dalam APBN dan APBD, perlu
ditingkatkan secara terus menerus dan bertahap serta berjenjang, baik oleh
lembaga pengawas keuangan terkait maupun oleh publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar