T
|
indak Pidana adalah suatu perbuatan yang
dilakukan dalam keadaan dan situasi yang tertentu oleh undang undang dinyatakan
terlarang, yang karenanya telah terjadi dapat mengakibatkan penghukuman badan
dan atau moral bagi pelakunya.
Bahwa Perikanan adalah semua
kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu
sistem bisnis perikanan.
Bahwa
tindak pidana perikanan adalah perbuatan yang dilarang oleh peraturan yang dikenakan sanksi bagi
pelaku perbuatan, guna perlindungan kegiatan dan usaha perekonomian masyarakat khususnya
di bidang perikanan.
Bahwa salah satu fakta kadaaan yang menjadi
latar belakang terbentuknya Undang Undang No. 45 Thun 2009 Tentang Perubahan
Undang Undang No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, adalah bahwa
pemanfaatan sumber daya ikan belum memberikan peningkatan taraf hidup
yang berkelanjutan dan berkeadilan melalui pengelolaan perikanan, pengawasan,
dan sistem penegakan hukum yang optimal.
Bahwa Dalam ketentuan pasal 85, Undang Undang No.45 Tahun 2009
Tentang Perikanan, menetapkan bahwa : Setiap
orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan
alat penangkap ikan dan/atau alat bantu
penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Selanjutnya
dalam ketentuan pasal 93,
dinyatakan sebagai berikut :
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan
kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikan di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia dan/atau di laut lepas, yang
tidak memiliki SIPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang
memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing
melakukan penangkapan ikan di ZEEI yang tidak memiliki SIPI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling banyak Rp.20.000.000.000,00 (dua puluh miliar
rupiah).
(3) Setiap orang yang
mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia, yang tidak membawa SIPI asli sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(4) Setiap orang yang
mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing di ZEEI, yang tidak
membawa SIPI asli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.20.000.000.000,00
(dua puluh miliar rupiah). Lebih lanjut dalam
Pasal 94A juga dinyatakan bahwa Setiap orang yang memalsukan dan/atau
menggunakan SIUP, SIPI, dan SIKPI palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28A dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda
paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah). Juga dalam pasal 98
bahwa Nakhoda kapal perikanan yang tidak
memiliki surat persetujuan berlayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Juga dalam pasal
100A, dinytakan bahwa Dalam hal tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28A, pemalsuan persetujuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1), dan pemalsuan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36, yang melibatkan pejabat, pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ancaman
pidana pokok. Juga dalam pasal 100B, dinyatakan bahwa Dalam
hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 12, Pasal 14 ayat (4), Pasal 16 ayat (1), Pasal 20 ayat (3), Pasal 21,
Pasal 23 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3),
Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 ayat (3), Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1),
Pasal 38, Pasal 42 ayat (3), atau Pasal 55 ayat (1) yang dilakukan oleh nelayan
kecil dan/atau pembudi daya‑ikan kecil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling banyak Rp.250.000.000,00(dua ratus lima puluh juta
rupiah). Juga ketentuan dalam pasal 100C, dinyatakan bahwa Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan oleh nelayan kecil dan/atau pembudi daya‑ikan
kecil dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta
rupiah). Juga ketentuan pasal 100D,
bahwa Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana denda, maka denda dimaksud wajib
disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak kementerian yang
membidangi urusan perikanan. Lebih lanjut lagi bahwa
dalam Pasal 110, dinyatakan bahwa Pada
saat Undang‑Undang ini mulai berlaku :
a. Undang‑Undang Nomor 9
Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985
Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3299); dan
b. Ketentuan mengenai
penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 dan ketentuan mengenai pidana
denda dalam Pasal 16 ayat (1) Undang‑Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260) khususnya
yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perikanan; dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Kesimpulan :
Bahwa
Pertanggungjawaban pidana dibidang Perikanan, dikenal secara perseorangan, namun
dibedakan atas seorang Nelayan dan bukan nelayan, juga dibedakan antara
perseorangan dengan badan usaha atau koorporasi sebagai pelaku tindak pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar