Selasa, 15 April 2014

TINDAK PIDANA DIBIDANG PORNOGRAFI DAN PERFILIMAN



I.  TENTANG TINDAK PIDANA PORNOGRAFI :
          Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan dalam keadaan dan situasi yang tertentu oleh undang undang dinyatakan terlarang, yang karenanya telah terjadi dapat mengakibatkan penghukuman badan dan atau moral bagi pelakunya.
           Bahwa  Pornografi adalah Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun,  bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Sedangkan Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.
       Bahwa fakta kadaaan yang menjadi latar belakang terbentuknya  Undang Undang No. 44 Tahun 2008 Tentang  Pornografi, adalah  negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur  Maha Esa, menghormati kebinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta melindungi harkat dan martabat setiap warga negara; juga bahwa pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi semakin berkembang luas di tengah masyarakat yang mengancam kehidupan dan tatanan sosial masyarakat Indonesia;
     Dalam  ketentuan  Bab  VII  pasal 29 sampai dengan pasal 41, Undang Undang No. 44 Tahun 2008 Tentang  Pornografi, menetapkan ketentuan  tindak pidana, sebagai berikut :       
Pasal 29
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
a.  persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b.   kekerasan seksual;
c.  masturbasi atau onani;
d.  ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e.  alat kelamin; atau
f.   pornografi anak.
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
 Pasal 30
Setiap orang  yang  menyediakan  jasa  pornografi yang:
a.       menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
b.      menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
c.         mengeksploitasi atau memamerkan        aktivitas
seksual; atau
d.      menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
                          Pasal 31
Setiap  orang  yang  meminjamkan  atau  mengunduh  pornografi   yang:
a.    menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
b.   menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
c.    mengeksploitasi atau memamerkan          aktivitas
seksual; atau
d.   menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
                         Pasal 32
Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau  menyimpan  produk pornografi yang secara eksplisit memuat:
a.  persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b.  kekerasan seksual;
c.  masturbasi atau onani;
d.  ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e.  alat kelamin; atau
f.   pornografi anak.
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
                                                      Pasal 33
Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana tsb, dalam Pasal 29 sampai pasal 30, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 34
Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliarrupiah).
                            Pasal 35
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi, dipidana  dengan  pidana  penjara paling singkat 1 (satu) tahun  dan  paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
                             Pasal 36
Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di            muka umum yang menggambarkan  ketelanjangan,        eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).        
                                                       Pasal 37
Setiap orang  yang  melibatkan  anak dalam  kegiatan  dan/atau sebagai objek sebagaimana  tsb, dalam  pasal  29 sampa 36, dipidana   pidana yang  sama  dengan  pidana  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.
Pasal 38
Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan, atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
                                                      Pasal 39
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 adalah kejahatan.
                         Pasal 40
(1)   Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
(2)   Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.
(3)   Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.
(4)   Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.
(5)   Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.
(6)   Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
(7)   Dalam hal tindak pidana pornografi yang dilakukan korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, dijatuhkan pula pidana denda terhadap korporasi dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.
                         
                   Pasal 41
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal  40 ayat (7), korporasi dapat dikenai pidana tambahan berupa:
a.       pembekuan izin usaha;
b.       pencabutan izin usaha;
c.       perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan
d.       pencabutan status badan hukum.

Bahwa  Pertanggungjawaban  pidana  dalam  undang undang tentang pornografi  tsb,  dikenal  dengan  pertanggungjawaban  terpisah  antara pelaku perseorangan  dengan  korporasi dan pengurus korporasi.


II. TENTANG TINDAK PIDANA PERFILIMAN :
          Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan dalam keadaan dan situasi yang tertentu oleh undang undang dinyatakan terlarang, yang karenanya telah terjadi dapat mengakibatkan penghukuman badan dan atau moral bagi pelakunya.
     Bahwa  Film  adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. Sedangkan Perfilman adalah berbagai hal yang berhubungan dengan film.
       Bahwa  salah satu kondisi yang menjadi latar belakang dibentuknya undang undang tentang perfiliman,  adalah bahwa film sebagai media komunikasi massa merupakan sarana pencerdasan kehidupan bangsa, pengembangan potensi diri, pembinaan akhlak mulia, pemajuan kesejahteraan masyarakat, serta wahana promosi Indonesia di dunia internasional, sehingga film dan perfilman Indonesia perlu dikembangkan dan dilindungi.
Dan dalam  ketentuan  Bab  XII  pasal 80 sampai dengan pasal 83, Undang Undang No. 33 Tahun 2009 Tentang  Perfiliman, menetapkan  ketentuan  tindak pidana, sebagai berikut :
                                                       Pasal 80
Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan, menjual, menyewakan, atau mempertunjukkan kepada khalayak umum, film tanpa lulus sensor padahal diketahui atau patut diduga isinya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
                                                       Pasal 81
(1)    Setiap orang yang mempertunjukkan film hanya dari satu pelaku usaha pembuatan film atau pengedaran film atau impor film tertentu melebihi 50% (lima puluh persen) jam pertunjukannya yang mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2)    Setiap orang yang membuat perjanjian dengan pelaku usaha perfilman atau membuat ketentuan yang bertujuan untuk menghalangi pelaku usaha perfilman lain memberi atau menerima pasokan film yang mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(3)    Penanganan perkara terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‑undangan.
                                                       Pasal 82
(1)    Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 dan Pasal 81 dilakukan oleh atau atas nama korporasi, ancaman pidana denda ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidananya.
(2)    Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 dan Pasal 81 dilakukan oleh atau atas nama korporasi, pidana dijatuhkan kepada :
                a.          korporasi; dan/atau
 b. pengurus korporasi.
(3)    Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), korporasi dapat dikenai pidana tambahan berupa :
          a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
          b. pencabutan izin usaha.
                                                       Pasal 83
Tindak pidana dianggap sebagai tindak pidana korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh :
a. pengurus yang memiliki kedudukan berwenang mengambil keputusan atas nama korporasi;
b. orang yang mewakili korporasi untuk melakukan perbuatan hukum; dan/atau
c. orang yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan korporasi tersebut.
                    
Bahwa  pertanggungjawaban pidana dalam undang undang tentang perfiliman, dikenal pemisahan tanggungjawab pelaku secara perseorangan  dan  pengurus  korporasi dan korporasi itu sendiri, dengan pemberatan pidana pembayaran  denda terhadap korporasi sebagai  pidana pokoknya.
Kesimpulan :
Bahwa  tindak  pidana  dibidang pornografi maupun perfiliman, erat kaitannya dengan  pengembangan kebudayaan nasional maupun penyelenggaraan  pembangunan bidang kepariwisataan.

Tidak ada komentar: