I.
TENTANG
TINDAK PIDANA PORNOGRAFI :
Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang
dilakukan dalam keadaan dan situasi yang tertentu oleh undang undang dinyatakan
terlarang, yang karenanya telah terjadi dapat mengakibatkan penghukuman badan
dan atau moral bagi pelakunya.
Bahwa Pornografi adalah Pornografi
adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, bentuk
media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka
umum, yang memuat kecabulan atau
eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Sedangkan Jasa
pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi
melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio,
telepon, internet, dan komunikasi elektronik
lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.
Bahwa
fakta kadaaan yang menjadi latar belakang terbentuknya Undang Undang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, adalah negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika,
akhlak mulia, dan kepribadian luhur Maha Esa, menghormati kebinekaan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, serta melindungi harkat dan martabat setiap warga negara; juga bahwa pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi semakin berkembang luas di
tengah masyarakat yang mengancam kehidupan dan tatanan sosial masyarakat
Indonesia;
Dalam
ketentuan Bab VII pasal
29 sampai dengan pasal 41, Undang Undang No.
44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, menetapkan
ketentuan tindak pidana, sebagai berikut
:
Pasal
29
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan,
menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan
ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak.
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas)
tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah).
Pasal 30
Setiap orang yang menyediakan
jasa pornografi yang:
a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan
yang mengesankan ketelanjangan;
b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
c.
mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas
seksual; atau
seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak
langsung layanan seksual.
dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling
sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 31
Setiap orang yang
meminjamkan atau mengunduh
pornografi yang:
a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan
yang mengesankan ketelanjangan;
b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas
seksual; atau
seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak
langsung layanan seksual.
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
Pasal 32
Setiap orang
yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan,
memiliki, atau menyimpan produk pornografi yang secara eksplisit
memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan
ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak.
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
Pasal 33
Setiap orang
yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana
tsb, dalam Pasal 29 sampai pasal 30, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta
rupiah).
Pasal
34
Setiap
orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliarrupiah).
Pasal 35
Setiap
orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung
muatan pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Pasal 36
Setiap
orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka
umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal
37
Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai
objek sebagaimana tsb, dalam
pasal 29 sampa 36, dipidana
pidana yang sama dengan
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36, ditambah
1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.
Pasal
38
Setiap orang
yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan,
atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 39
Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal
37, dan Pasal 38 adalah kejahatan.
Pasal 40
(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau
atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan
terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
(2)
Tindak pidana
pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam
lingkungan korporasi tersebut, baik
sendiri maupun bersama-sama.
(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi,
korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.
(4) Pengurus yang mewakili korporasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili
oleh orang lain.
(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus
korporasi supaya pengurus
korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.
(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan
terhadap korporasi, panggilan untuk menghadap
dan penyerahan surat panggilan tersebut
disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat
pengurus berkantor.
(7) Dalam hal tindak pidana pornografi yang dilakukan
korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, dijatuhkan
pula pidana denda terhadap korporasi dengan
ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang
ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.
Pasal 41
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenai pidana
tambahan berupa:
a. pembekuan izin usaha;
b. pencabutan izin usaha;
c. perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan
d. pencabutan status badan hukum.
Bahwa
Pertanggungjawaban pidana dalam
undang undang tentang pornografi
tsb, dikenal dengan
pertanggungjawaban terpisah antara pelaku perseorangan dengan
korporasi dan pengurus korporasi.
II. TENTANG TINDAK PIDANA PERFILIMAN :
Tindak Pidana adalah suatu perbuatan
yang dilakukan dalam keadaan dan situasi yang tertentu oleh undang undang
dinyatakan terlarang, yang karenanya telah terjadi dapat mengakibatkan
penghukuman badan dan atau moral bagi pelakunya.
Bahwa
Film adalah karya seni budaya yang merupakan
pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah
sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. Sedangkan
Perfilman adalah berbagai hal yang berhubungan dengan film.
Bahwa
salah satu kondisi yang menjadi latar belakang dibentuknya undang undang
tentang perfiliman, adalah bahwa film sebagai media komunikasi massa merupakan sarana
pencerdasan kehidupan bangsa, pengembangan potensi diri, pembinaan akhlak
mulia, pemajuan kesejahteraan masyarakat, serta wahana promosi Indonesia di
dunia internasional, sehingga film dan perfilman Indonesia perlu dikembangkan
dan dilindungi.
Dan dalam
ketentuan Bab XII pasal
80 sampai dengan pasal 83, Undang Undang No.
33 Tahun 2009 Tentang Perfiliman, menetapkan ketentuan
tindak pidana, sebagai berikut :
Pasal
80
Setiap
orang yang dengan sengaja mengedarkan, menjual, menyewakan, atau mempertunjukkan
kepada khalayak umum, film tanpa lulus sensor padahal diketahui atau patut
diduga isinya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal
81
(1) Setiap orang yang mempertunjukkan film hanya
dari satu pelaku usaha pembuatan film atau pengedaran film atau impor film
tertentu melebihi 50% (lima puluh persen) jam pertunjukannya yang mengakibatkan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda
paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha perfilman atau membuat ketentuan yang bertujuan untuk menghalangi
pelaku usaha perfilman lain memberi atau menerima pasokan film yang
mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana penjara paling lama
6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).
(3) Penanganan perkara terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang‑undangan.
Pasal 82
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 80 dan Pasal 81 dilakukan oleh atau atas nama korporasi, ancaman
pidana denda ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidananya.
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 80 dan Pasal 81 dilakukan oleh atau atas nama korporasi, pidana
dijatuhkan kepada :
a. korporasi; dan/atau
b. pengurus korporasi.
(3) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), korporasi dapat dikenai pidana tambahan berupa :
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
dan/atau
b. pencabutan izin usaha.
Pasal
83
Tindak
pidana dianggap sebagai tindak pidana korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oleh :
a. pengurus yang memiliki kedudukan berwenang
mengambil keputusan atas nama korporasi;
b. orang yang mewakili korporasi untuk melakukan
perbuatan hukum; dan/atau
c. orang yang memiliki kewenangan untuk
mengendalikan korporasi tersebut.
Bahwa pertanggungjawaban pidana dalam undang undang
tentang perfiliman, dikenal pemisahan tanggungjawab pelaku secara
perseorangan dan pengurus
korporasi dan korporasi itu sendiri, dengan pemberatan pidana pembayaran
denda terhadap korporasi sebagai pidana pokoknya.
Kesimpulan :
Bahwa tindak
pidana dibidang pornografi maupun
perfiliman, erat kaitannya dengan
pengembangan kebudayaan nasional maupun penyelenggaraan pembangunan bidang kepariwisataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar