I.
TENTANG
TINDAK PIDANA KEPARIWISATAAN :
Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang
dilakukan dalam keadaan dan situasi yang tertentu oleh undang undang dinyatakan
terlarang, yang karenanya telah terjadi dapat mengakibatkan penghukuman badan
dan atau moral bagi pelakunya.
Bahwa Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
Sedangkan Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai
wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
pengusaha.
Bahwa salah satu fakta kadaaan yang
menjadi latar belakang terbentuknya
Undang Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang
Keparpwpsataan, adalah bahwa keadaan alam, flora, dan fauna,
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta
peningga(an purbakala, peninggalan sejarah,
seni, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk
peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana terkandung
dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Dalam
ketentuan Bab XV pasal
64, Undang Undang No. 10 Tahun 2009
Tentang Kepariwisataan, ditetapkan sebagai pasal tunggal ketentuan tindak pidana, sebagai berikut :
Pasal 64 ayat (1) Bahwa Setiap orang yang dengan sengaja
dan melawan hukum merusak fisik daya
tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda
paling banyak Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah). Pasal 64 Ayat (2) Bahwa Setiap orang yang karena kelalaiannya dan melawan hukum, merusak
fisik, atau mengurangi nilai daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Sedangkan pasal
27 ayat (1) menyatakan sebagai berikut :
Setiap orang dilarang merusak
sebagian atau se(uruh fisik daya tarik wisata. Dan pasal 27 ayat (2) Bahwa Merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah melakukan perbuatan mengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan spesies tertentu,
mencemarkan lingkungan, memindahkan, mengambil, menghancurkan, atau memusnahkan
daya tarik wisata sehingga berakibat berkurang atau hilangnya keunikan,
keindahan, dan nilai autentik suatu daya tarik wisata yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
II. TENTANG CAGAR BUDAYA :
Tindak Pidana adalah suatu perbuatan
yang dilakukan dalam keadaan dan situasi yang tertentu oleh undang undang
dinyatakan terlarang, yang karenanya telah terjadi dapat mengakibatkan
penghukuman badan dan atau moral bagi pelakunya.
Bahwa Cagar
Budaya adalah warisan budaya bersifat
kebendaan berupa Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan
Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,
agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Sedangkan benda cagar
budaya adalah Benda Cagar Budaya adalah benda alam
dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa
kesatuan atau kel0mp0k, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki
hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
Bahwa
salah satu kondisi yang menjadi latar belakang dibentuknya undang undang
tentang cagar budaya, adalah bahwa cagar budaya
merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai
wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya
pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan
kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dan dalam
ketentuan Bab XI pasal
101 sampai dengan pasal 115, Undang Undang No.
11 Tahun 2009 Tentang Cagar Budaya, menetapkan ketentuan
tindak pidana, sebagai berikut :
Pasal 101
Setiap 0rang
yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan
dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal
102
Setiap 0rang
yang dengan sengaja tidak melap0rkan temuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal
103
Setiap 0rang yang tanpa izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah melakukan pencarian Cagar
Budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau denda paling sedikit
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal
104
Setiap 0rang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau
menggagalkan upaya Pelestarian
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal
105
Setiap 0rang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
Pasal 106
(1) Setiap 0rang yang mencuri Cagar
Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2)
Setiap 0rang
yang menadah hasil pencurian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
Pasal 107
Setiap 0rang
yang tanpa izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali k0ta, memindahkan Cagar
Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan
dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda
paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 108
Setiap 0rang yang
tanpa izin Menteri, gubernur atau bupati/wali
k0ta, memisahkan Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 109
(1)
Setiap 0rang yang tanpa izin Menteri,
membawa Cagar Budaya ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Ind0nesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah).
(2)
Setiap 0rang yang tanpa izin gubernur
atau izin bupati/wali k0ta, membawa Cagar Budaya ke luar wilayah provinsi atau
kabupaten/k0ta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling
banyak Rp100.000.000,00(seratus
juta rupiah).
Pasal
110
Setiap 0rang
yang tanpa izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali k0ta mengubah fungsi ruang
Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal
111
Setiap 0rang
yang tanpa izin pemilik dan/atau yang menguasainya, mendokumentasikan Cagar
Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 112
Setiap 0rang yang dengan sengaja memanfaatkan Cagar Budaya dengan cara perbanyakan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 93 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
Pasal 113
(1) Tindak pidana yang dilakukan 0leh badan usaha berbadan
hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum, dijatuhkan kepada:
a. badan usaha; dan/atau
b. 0rang yang memberi perintah untuk
melakukan tindak pidana.
(2) Tindak pidana yang dilakukan 0leh badan usaha berbadan
hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan
hukum, dipidana dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
101 sampai dengan Pasal 112.
(3) Tindak pidana yang dilakukan 0rang yang memberi
perintah untuk melakukan tindak pidana, dipidana dengan ditambah 1/3
(sepertiga) dari pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 sampai dengan
Pasal 112.
Pasal 114
Jika
pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar
suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan
perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang diberikan
kepadanya karena jabatannya terkait dengan Pelestarian Cagar Budaya, pidananya dapat ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal
115
(1) Selain pidana sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap setiap
0rang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 sampai
dengan Pasal 114 dikenai tindakan pidana tambahan berupa:
a. kewajiban mengembalikan bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan sesuai dengan aslinya
atas tanggungan sendiri; dan/atau
b. perampasan keuntungan yang diper0leh
dari tindak pidana.
(3) Selain pidana tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
terhadap badan usaha berbadan hukum dan/atau
badan usaha bukan berbadan hukum dikenai tindakan pidana tambahan berupa
pencabutan izin usaha.
Bahwa pertanggungjawaban pidana dalam undang undang
tentang cagar budaya, dikenal pemisahan tanggungjawab pelaku secara
perseorangan dan pengurus
korporasi dan korporasi itu sendiri, dengan pemberatan pidana
pembayaran denda terhadap korporasi
sebagai pidana pokoknya.
Kesimpulan :
Bahwa tindak
pidana dibidang kepariwisataan
maupun cagar budaya, erat kaitannya dengan
pengembangan kewirausahaan maupun penyelenggaraan perkreditan dan
pembiayaan serta kegiatan transfer dana dari dan kepada badan usaha atau badan
hukum (korporasi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar