Rabu, 05 Maret 2014

PERJANJIAN SEBAGAI CAUSA PRIMA POLA USAHA KEMITRAAN

Pekerjaan yang berpeluang terbesar kini adalah kewira usahaan, sebab kenyataan terjadinya ketidak seimbangan antara angkatan kerja dengan kesempatan kerja. banyak pelamar kerja namun lowongan yang tersedia relatif sedikit.oleh karena itu salah satu kebijakan atau pengaturan yang telah dilakukan oleh pihak pemerintah negara kita, adalah dengan mengeluarkan berbagai paket Peraturan Perundang Undangan, antara lain : Undang Undang No.20 Tahun 2008 Tentang Kewirausahaan, dan Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan UU No.20 Tahun 2008.
Bahwa dalam peraturan pelaksanaan undang undang tentang Kewirausahaan tsb, terdapat ketentuan tentang pengembangan usaha dengan pola kemitraan antara usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan usaha besar, yang menggambarkan dorongan dan perlindungan usaha terhadap usaha mikro dan usaha kecil.
Bahwa Prinsip pokok kemitraan usaha dimaksud yaitu : saling membutuhkan, saling percaya, saling perkuat , dan saling menguntungkan, sedangkan pola kemitraan dimaksud adalah proses alih keterampilan bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia dan teknologi. juga pola kemitraan tsb, meliputi Inti Plasma, Subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan, bagi hasil, kerja sama operasional, joint venture, penyumberluaran (out sourcing) dan bentuk kemitraan lainnya.
Adapun ketentuan larangan adalah baik usaha besar maupun usaha menengah, kecil dan mikro, sama dilarang memutuskan hubungan hukum secara sepihak, sedangkan usaha besar juga dilarang memiliki dan/ atau menguasai usaha mikro, usaha kecil atau menengah, mitra usahanya, juga usaha menengah dilarang memiliki atau menguasai usaha mikro dan/ atau usaha kecil.
Bahwa secara berjenjang dan tautan fungsi kedudukannya masing-masing sebagai pelaku usaha, maka baik proses pembentukan sampai pelaksanaan kegiatan usahanya, dberikan kebebasan untuk membuat kesepakatan timbal balik, dalam bentuk hukum formalnya yaitu : Surat Perjanjian (kontrak).
Pertanyaannya adalah apakah dimungkinkan campur tangan dan turun tangan atau istilah apapun yang bermaksud mengawasi perkembangan usaha pola kemitraan, dan apakah syarat formal perjanjian usaha kemitraan itu khususnya suatu perjanjian yang harus dibuat oleh dan dihadapan pejabat umum (Notaris), menjadi bukan syarat mutlak ? artinya boleh dan dimungkinkan dilakukan hanya dengan sepengetahuan pemerintah setempat atau Pemerintah Pusat yang membidangi Koperasi dan UMKM bahkan Menteri Industri dan Perdagangan?.
Bahwa Pemerintah Pusat maupun daerah masih dimungkinkan untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha dengan sisitem pola kemitraan tsb, dengan kebijakan pelayanan yang memberikan kemudahan semua pihak calon pelaku usah yang akan bermitra, baik soal izin usaha maupun pendekatan jaminan terhadap sesama pelaku usaha yang bermitra tsb, bahkan terhadap pihak ketiga. bahkan terhadap Pemerintah atau pemerintah daerah, telah diwajibkan menyediakan data dan informasi pelaku usaha mikro, kecil atau menengah yang siap bermitra, mengembangkan proyek percontohan usaha kemitraan, memfasilitasi dukungan kebijakan dan melakukan koordinasi penyusunan program pelaksanaan, termasukevaluasi dan pengendalian umum terhadap pelaksanaan kemitraan.
Bahwa untuk menjamin kekuatan hukum mengikat secara sah perjajinan usaha pola kemitraan tsb, seharusnya perjajian usaha kemitraan dibuat dalam bentuk suatu Akte Notaris. Sebab dengan akte notaris, Perjanjian usaha kemitraan yang akan berlansung dilaksanakan oleh para pihak pelaku usaha ybs, sangat kecil atau tidak ada sama sekali unsur yang memenuhi syarat yang diancam Batalnya Perjajian usaha kemitraan tsb. Setidak tidaknya asas kebebasan membuat perjanjian kenyataannya telah diikuti oleh para pihak, dan syarat sahnya perjajian yang ditentukan Undang Undang (KUH Perdata) yaitu : kecakapan orang/para pihak pembuat perjanjian, dan kebebasan memberikan persetujuan oleh para pihak pembuat perjanjian yang tidak mengandung kekeliruan, kebohongan atau penipuan, serta adanya suatu hal yang dapat ditentukan dan adanya  sebab sesuatu yang halal,  juga telah terpenuhi secara benar, dalam perjanjian usaha pola kemitraan tsb. Oleh karena itu format umum yang telah ditentukan sebagai pedoman bahwa Perjanjian kemitraan itu sekurang kurangnya memuat bebrapa hal yaitu : Macam dan bentuk kegiatan usaha ; Hak dan Kewajiban masing-masing pihak ; pengembangan usaha ; waktu ; dan penyelesaian perselisihan.
Kesimpulan bahwa aspek pengaturan pengembangan usaha dengan pola kemitraan antara pelaku usaha mikro/kecil/menengah dengan usaha besar dominan bergantung pada adanya Perjanjian (kontrak) utama diantara para pihak pelaku usaha tsb, sehingga aspek hukum Perjanjian umum atau Khusus pun adalah syarat utama dan pertama. Oleh karenanya Konsep Implementasi Perjanjian Usaha dengan Pola Kemitraan seharusnya ditetapkan dan disepakati bersama terlebih dahulu dengan para calon investor pelaku usaha, termasuk organisasi pemangku kepentingan.


Tidak ada komentar: