G
|
erakan sosial peduli lingkungan
hidup merupakan issu global sekaligus kepentingan nasional Negara kita, khususnya
dalam bidang Kehutanan dan Pertambangan serta Perkebunan. Betapa tidak, bahwa
Perusakan Hutan akibat ulah oknum manusia yang tidak bertanggugjawab, pun semakin berkembang dan merajalela dengan leluasanya, tanpa tersentuh
oleh aparat hukum, padahal peraturan perundang undangan telah menentukan sanksi
bagi pelakunya.
Kejahatan perusakan lingkungan
hidup termasuk perusakan hutan, menurut
penggolongan hukum positif di Negara kita, adalah termasuk dalam salah satu cabang
hukum pidana khusus, sehingga penting dipahami dalam upaya meningkatkan
kesadaran hukum sekaligus kesadaran lingkungan hidup menuju ketentraman dan
kesejahteraan sosial yang lebih maju dan berkelanjutan serta berkeadilan.
Bahwa Kejahatan adalah perbuatan
manusia yang memenuhi unsur pelarangan dan sebagai wujud dari sikap batin
tercela, yang anti sosial sekaligus anti hukum kenegaraaan (konstitusi), dengan
saknsi berupa hukuman oleh Negara.
Bahwa salah satu kejahatan
lingkungan hidup adalah perusakan hutan, yang meliputi Pembalakan Liar,
pemanfaatan kawasan hutan secara tidak sah, juga perolehan hasil hutan secara
tanpa izin pemerintah yang sah, termasuk juga akibat dari penyalagunaan
kesempatan dan kewenangan para pihak
yang terletak disekitar dunia usaha khususnya sektor kehutanan,
Pertambangan maupun Perkebunan.
Bahwa Ketentuan pasal 5 sampai dengan
pasal 7, Undang Undang No.18 Tahun 2013, Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan, telah meletakkan kewajiban kepada pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai kewenangannya, untuk menetapkan kebijakan tentang sumber kayu
alternative, untuk mengembangkan hutan produktif dan hutan lindung dalam rangka
pencegahan perusakan hutan, dengan melibatkan masyarakat, badan hukum atau
koorporatif pemegang izin pemanfaatan hutan. Selanjutnya pasal 8 sampai dengan pasal
10, Undang Undang No.18 Tahun 2013, Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan, meletakkan juga kewajiban kepada pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai kewenangannya, untuk melakukan pemberantasan terhadap pelaku
langsung atau tidak langsung maupun pihak terkait lainnya sebagai perusak hutan, dengan penindakan hukum, bahkan proses
peradilannya merupakan perkara prioritas penanganan yang relatif dipercepat
putusannya. Sedangkan ketentuan mengenai uraian perlakuan perusakan hutan
dengan segenap larangan diatur dalam pasal 11 sampai dengan pasal 28, Undang
Undang No.18, Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Bahwa selain ketetntuan pidana
dalam Undang Undang Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, maka ketentuan
pasal 97 sampai dengan pasal 120 Undang Undang No.32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, juga telah memuat unsur
perbuatan yang dapat dihukum pidana dengan segala akibat hukum terhadap
pelaku orang perseorangan maupun badan atau organisasi usaha yang berbadan
hukum atau tidak berbadan hukum terutama ancaman pencabutan izin usaha bagi pihak
berkepentingan. Bahkan dalam ketentuan pasal 21, 24, dan 25, Undang Undang
No.18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan, telah melarang setiap orang melakukan sesuatu
yang berakibat perusakan kebun atau asset lainnya dan penggunaan tanah
perkebunan tanpa izin maupun tindakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya
usaha perkebunan, juga meletakkan kewajiban bagi pemegang izin usaha perkebunan
sebelum beroperasi untuk membuat AMDAL analisa mengenai dampak lingkungan,
bahkan sesudah berlangsungnya operasi perusahaan perkebunan untuk membuat
laporan hasil pantauan pelestarian lingkungan hidup yang berikti data
geografis, resiko pemanfaatan lahan, juga hasil koneksi pemberdayaan masyarakat
disekitar penggunaan lahan usaha perkebunan dan sebagainya, dengan sanksi yang
dapat berupa pencabutan izin usaha maupun pengembalian wilayah geografis kepada
fungsi semula.
Bahwa terdapat beberapa
pendekatan hubungan timbal-balik ketentuan hukum, sebagai pelaksanaan Undang Undang Tentang
Kehutanan dan Undang Undang Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, terutama dalam upaya pencegahan perusakan hutan, sekaligus sebagai
kebijakan Pemerintah yang tertuang dalam beberapa Peraturan Pemerintah dan
Peraturan/Keputusan Presiden RI, sebagai berikut :
1. Pertaruran Pemerintah No.45,
Tahun 2004, Jungto No.60, Tahun 2009, Tentang Perlindungan Hutan.
2.Peraturan Pemerintah No.24,
Tahun 2010 Tentang Penggunaan kawasan hutan.
3.Peraturan Pemerintah No.27, Tahun 2012, Tentang Izin Lingkungan.
4. Pertaruran Pemerintah No.60,
Tahun 2012, Tentang Perubahan Fungsi Hutan.
5.Peraturan Pemerintah No.24, Tahun 2012,Tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, jungto Peraturan Pemerintah No.1, Tahun 2014.
Bahwa upaya pencegahan perusakan
hutan dengan pola pengawasan dan pembinaan terhadap perusahaan pemegang izin
usaha, baik sektor kehutanan dan perkebunan maupun pertambangan batu bara,
menitik beratkan permasalahan keberadaan komitmen atau Kesepakatan atau
Perjanjian Usaha dengan kesanggupan melestarikan Lingkungan hidup sekitar
wilayah kerja usaha para pemegang izin usaha masing-masing, dan keberadaan
laporan resmi dari pihak pemegang izin usaha mengenai perkembangan dan seluk
beluk Analisis dampak lingkungan berikut resiko dan tanggungjawab termasuk
tanggungjawab sosial, atas pelaksanaan kegiatan usaha masing-masing perusahaan
terkait. Meskipun oleh pihak pemerintah juga telah bertugas mengevaluasi
beberapa kontrak karya atau pengusahaan pertambangan mineral dan batu bara,
termasuk pengusahaan industri kehutanan dan perkebunan yang melibatkan
tripartij dunia usaha (BUMN.Swasta dan Koperrasi).
Kesimpulan :
Konsepsi dan Implementasi
Perjanjian atau Kontrak Kegiatan Pengusahaan, baik pada sektor Kehutanan dan
Perkebunan maupun Pertambangan, merupakan landasan juridis yang harus berinti
proses pencapaian keadilan sosial dan kesejahteraan bagi semua pihak yang
berkepentingan dan masyarakat luas dengan memegang teguh prinsip konstitusi
bernegara RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar