Minggu, 28 Desember 2014

LARANGAN DAN PIDANA DALAM PENATAAN WILAYAH NEGARA

1.Bahwa Wilayah Negara adalah satu kesatuan fisik darat laut dan udara yang merupakan batas wilayah goegrafis maupun batas kedaulatan dan kewenangan pemerintah dan rakyat serta batas berlaku sekaligus mengikatnya peraturan perundang undangan negara. demikian pula bahwa masalah wilayah negara penting akibat sifat hubungan inter dan antar pemerintah nasional dan antara negara di dunia internasional, sehingga sorotan utama kita adalah terletak pada sifat hubungan internal pemerintah pusat dan saerah terkait dengan penentuan batas daerah dalam negara kesatuan RI. Selanjutnya bahwa dengan disahkannya Undang Undang No.43 tahun 2008 Tentang Wilayah Negara, maka salah satu dasar hukum atau instrumen pengendalian penyelenggaraan negara dan pemerintahan adalah ketentuan hukum yang mengatur tindak pidana yang terkait dengan penetapan batas wilayah suatu daerah khususnya provinsi. Lebih lanjut bahwa masalah penentuan batas daerah provinsi maupun kabupaten/kota juga bersifat strategis mengingat kepentingan yang terkait dengan dunia usaha diberbagai bidang kehidupan sosial dan ekonomi .
2.Bahwa terdapat ketentuan berupa Larangan dan Pidana dalam Undang Undang No.43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara, sebagai berikut :
a) Pasal 20 ayat (1) bahwa setiap orang dilarang melakukan upaya menghilangkan,merusak,mengubah atau memindahkan tanda tanda batas negara atau melakukan pengurangan luas wilayah negara, sedangkan ayat (2) bahwa setiap orang dilarang menghilangkan,merusak,mengubah,atau memindahkan tanda tanda batas atau tindakan lain yang mengakibatkan tanda tanda batas tersebut tidak berfungsi,
b) Pasal 21 ayat (1) bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 20 ayat (1), Dipidana dengan Pidana Penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun, Dan Pidana Denda paling sedikit Rp.2.000.000.000,-(dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,-(sepuluh miliar rupiah) ;
c) Pasal 21 ayat (2) bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 20 ayat (2), Dipidana dengan Pidana Penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, Dan Pidana Denda paling sedikit Rp.5.000.000.000,-(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.20.000.000.000,-(dua puluh miliar rupiah) ;
d) Pasal 21 ayat (3) bahwa dalam hal pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Korporasi, Dipidana dengan pidana denda ditambah 1/3 (sepertiga) dari jumlah denda sebagaimana dinaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ;
e) Pasal 21 ayat (4) bahwa selain denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Korporasi dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.
3.Bahwa karena defenisi batas wilayah negara dengan batas wilayah yurisdiksi negara sebagaimana tercantum dalam ketentuan pasal 1 angka 4 dan 5 dalam Undang Undang Tentang Wilayah Negara tsb, maka dalam penyelenggaraan pemerintahan negara masih tersisa pertanyaan : Apakah ketentuan larangan dan pidana tsb dapat diterapkan dalam kasus perselisihan penentuan batas antara daerah terutama provinsi? dan Apakah pembedaan prinsip pemahaman antara batas wilayah geografis dengan wilayah administratif juga memungkinkan di anut antara pemerintah provinsi? atau Apakah penetapan batas daerah yang dilakukan pemerintah pusat ditafsirkan meliputi penetapan status wilayah administrasi pemerintah daerah?
Contoh Ilustrasi bahwa Instansi pemerintah pusat silih berganti menetapkan batas suatu daerah yang diperselisihkan antara dua wilayah provinsi atas pulau kecil, yang menimbulkan penafsiran yang juga berbeda disatu pihak menganggap penetapan batas wilayah geografis meliputi status wilayah administratif pemerintahan daerah, sedangkan dilain pihak menganngap justru sebaliknya jika penetapan batas wilayah administratif merupakan tindakan hukum mandiri dan terpisah dari penetapan batas geografis daerah.
4.Bahwa kedua perbedaan alur pikiran tentang penetapan batas geografis dan status wilayah administratif tsb di atas, sepintas lalu tidak bersifat luar biasa apalagi instansi yang berwewenang menetapkan adalah pihak pemerintah pusat. Akan tetapi Masalahnya justru istimewa apabila dikaitkan dengan penerapan hukum administrasi negara sebagai konsekwensi hukum atas kejadian dalam proses penerbitan keputusan tertulis yang mewujudkan tindak perbuatan hukum oleh instansi atau pejabat administrasi pemerintahan. betapa tidak Masalahnya terkait dengan sistem penegakan hukum termasuk pelaksanaan Peradilan Pidana bahkan terkoptasi dengan kepentingan penyelenggaraan dunia usaha.
5.Bahwa prinsip pokok soal pembagian wilayah negara kedalam wilayah daerah provinsi dan kabupaten/kota telah jelas dalam ketentuan pasal 18 atau 18A UUD Negara RI tahun 1945 dengan segenap pembentukan pemerintahannya yang diakui sah selama diatur dengan suatu Undang Undang yang Sah dalam Susunan Peraturan Perundang Undangan di Negara RI. akan tetapi proses penyelenggaraan pembagian Urusan dan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah bahkan antara daerah provinsi dan kabupaten/kota justru mengalami kendala akibat sorotan kepercayaan dan tanggungjawab ketika terjadi perselisihan batas daerah yang disebabkan keberadaan dan pemanfaatan suatu Pulau Kecil dengan segenap potensi alam yang terkandung di dalamnya.
6.Bahwa implikasi hukum yang mungkin timbul dalam perselisihan batas antara daerah adalah apabila penetapan batas wilayah administratif suatu daerah semata berlatar belakang kepentingan sektoral suatu instansi pemerintah tanpa dukungan data dan informasi teknis serta aspirasi daerah yang berbatasan juga apabila justru mejauhi prinsip dasar permusyawaratan dan pembagian kewenangan secara adil yang telah dicanangkan dalam ketentuan UUD 1945, bahwa di satu pihak pendekatan komunikasi politik dimungkinkan yang dapat membuahkan Kejasama antara dua daerah yang berselisih yang memungkinkan distribusi pembiayaan dalam penyelenggaraan urusan dan kewenangan daerah masing masing, sedangkan dilain pihak upaya pengendalian proses administrasi pemerintahan akibat penerbitan keputusan atau peraturan pelaksanaan terkait, secara juridis tetap pula terbuka bagi ruang publik untuk menilai dan menguji kebenaran dan sikap ketaatan semua pihak terhadap eksistensi dan fungsi hukum dalam kehidupan pemerintahan dan dunia usaha. Oleh karenanya Instrumen hukum administrasi dan hukum pidana dapat menjadi pedoman dalam upaya penyelesaian perselisihan batas wilayah administrasi antara dua daerah provinsi dalam negara kesatuan RI.
Kesimpulan :
Bahwa Hukum Administrasi Negara dan Hukum Pidana seharusnya sebagai pijakan dan dapat menjadi pedoman semua pihak terkait perselisihan batas wilayah administrasi pemerintahan antara dua atau lebih daerah di Indonesia juga bahwa pelanggaran ketentuan hukum apapun terbuka untuk diuji dan dinilai oleh publik dalam upaya penegakan hukum dan keadilan dalam negara RI.

Tidak ada komentar: