Kamis, 11 Desember 2014

SEKILAS KERJA SAMA DAN PERSELISIHAN DALAM PEMERINTAHAN DAERAH




I. PENDAHULUAN
Bahwa aspek pengaturan tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah mengalami penyesuaian dengan perkembangan dinamika kehidupan politik dan ketatanegaraan kita, dengan telah di undangkannya Undang Undang Nomor : 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang termuat dalam Lembaran Negara RI tahun 2014 No.244 dan Tambahan Lembaran Negara RI No. 5587, dan dibutuhkan pula pengaturan pelaksanaan lebih lanjut terkat persoalan kerja sama dan perselisihan antara daerah, apalagi tentang keuangan daerah, namun  pembahasan kali ini terbatas pada persoalan kerja sama  dan  persoalan perselisihan antara daerah,khususnya antara provinsi. Persoalan mana meliputi kesepakatan dan proses penyelesaian perselisihan yang sering ddialami oleh pihak aparat maupun pihak berkepentingan lainnya.

II. PEMBAHASAN
A. Dalam Ketentuan Pasal 9 sampai dengan Pasal 12 UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, telah dinyatakan klasifikasi  urusan pemerintahan  yang terdiri  atas 3 macam yaitu :
1. Urusan Pemerintahan Absolut yang  meliputi urusan :
a.  Politik  Luar Negeri  ;
b.   Pertahanan  ;
c.    Keamanan ;
d.  Yustisi ;
e.    Moneter dan Fiskal Nasional ;
f.     Agama ;
2. Urusan  Pemerintahan konkuren adalah urusan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah (provinsi dan Kabupatenkota), yang menjadi kewenangan Daerah dan terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Selanjutnya  urusan wajib yang merupakan pelayanan dasar meliputi :
a.                 Pendidikan ;
b.  Kesehatan ;
c.   Pekerjaan Umum dan Tata Ruang ;
d.                 Perumahan Rakyat dan  Kawasan Permukiman ;
e.   Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat ;
f.    Sosial.
Serta urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar adalah  urusan yang meliputi :
a.                 Tenaga Kerja ;
b.  Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ;
c.   Pangan ;
d.                 Pertanahan ;
e.   Lingkungan Hidup ;
f.    Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil ;
g.  Pemberdayaan Masyarakat dan Desa ;
h.  Pengendalian Penduduk dan Kemuarga Berencana ;
i.   Perhubungan ;
j.    Komunikasi dan Informatika ;
k.  Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah ;
l.   Penanaman Modal ;
m.  Kepemudaan dan Olah Raga ;
n.   Statistik ;
o.  Persandian ;
p.  Kebudayaan ;
q.  Perpustakaan dan Kearsipan.
Sedangkan Urusan Pilihan meliputi :
a.                 Kelautan dan Perikanan ;
b.  Pariwisata ;
c.   Pertanian ;
d.                 Kehutanan ;
e.   Energi dan Sumber Daya Mineral ;
f.     Perdagangan ;
g.  Perindustrian ;
h.  Transmigrasi.

B. Bahwa ketentuan pasal 13 menyebut prinsip pembagian urusan antara pemerintah pusat dan daerah antara lain : Akuntabilitas, Efisiensi, Eksternalisasi, dan kepentingan strategi nasional, disamping  menyebut criteria urusan masing masing yang menjadi kewenangan  pemerintah pusat dan Daerah Provinsi serta Daerah Kabupaten/kota sebagai berikut :
a.   Kriteria urusan kewenangan pemerintahan pusat yaitu : (1) Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas daerah provinsi, (2) Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas daerah provinsi atau lintas Negara, (3) Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah provinsi atau lintas negara, (4) Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien jika  dilakukan oleh pemerintah pusat dan atau urusan pemerintahan yang peranannya strategi bagi kepentingan nasional.
b.   Kriteria urusan kewenangan Daerah Provinsi yaitu : (1) Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas daerah Kabupaten/Kota, (2) Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas daerah Kabupaten/Kota, (3) Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah kabupaten/kota, (4) Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien jika  dilakukan oleh Daerah Provinsi.
c.    Kriteria urusan kewenangan Daerah Kabupaten/Kota yaitu : (1) Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam daerah Kabupaten/Kota, (2) Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam daerah Kabupaten/Kota, (3) Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya dalam daerah kabupaten/kota, (4) Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien jika  dilakukan oleh Daerah KabupatenKota.

C. Bahwa  pendekatan kewenangan dalam kerangka pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah  selain prinsip dan criteria urusan  pemerintahan, sering mejadi tidak jelas akibat  polarisasi pembagian kewenangan dasar yang berasumsi jika seuatu urusan dan kewenangan tidak dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat adalah berarti menjadi kewenangan dan urusan pemerintah daerah provinsi  dan kabupatem/kota, sehingga asumsi tersebut menunjukkan jika  kini tidak dianut lagi kewenangan dan urusan bertingkat/berjenjang, pengamvil alihan kewenangan dan urusan dimungkinkan secara berjenjang oleh kepala daerah terutama Gubernur sebagaai wakil pemerintah pusat, bersama Instansi Vertikal Pemerintah pusat di eilayah provinsi, namun pucuk akhir tanggungjawab pemerintahan  adalah berada ditangan Presiden sebagai kepala pemerintahan pusat, sedangkan  candra dimuka adalah kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota. Hal tersebut mengingatkan kita akan gaya kepemmpinan Lesser fair, yang menganut kebebasan inisiatif dan tanggungjawab utama pada kepala daerah selaku kepala pemerintahan daerah.

D. Bahwa secara fungsional hubungan antara pemerintah pusat dan daerah terletak  selain  hubungan aspek kewenangan berjenjang, adalah pada aspek keuangan dan penyelenggaraan urusan pemerintahan itu sendiri terutama urusan pemerintahan umum. Jika urusan pemerintahan umum adalah tidak semata bersumber dari dan menjadi kewenangan dan urusan pemerintah pusat melainkan juga adalah menjadi kewenangan dan urusan pemerintah daerah, sebab  masih ada terdapat  criteria urusan yang tidak /belum diatur yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah, namun tidak tergolong urusan otonomi (desentralisasi) dan dekonsentrasi maupun tugas pembantuan. Diantaranya sebagai contoh sebagai berikut : pengukuhan masyarakat dan desa adat setempat, yang membutuhkan perlindungan sosial dan budaya serta pengembangan  pemberdayaan hak hak ulayatnya dibidang perkebunan pertanian dan peternakan serta kewilayahan pesisir pantai dan pulau kecil. Yang inti personalannya adalah bagaimana hak inisiatif serta kreatifitas  pemerintah daerah dapat menyelenggarakan pelayanan  baik segi pengaturan, pengawasan, pengendalian serta pembinaannya. Hal tersebut menunjukkan pemerintah daerah adalah menjadi penggerak Inisiator masyarakat setempat dan sebagai pengawas sejakigus Pembina smasyarakat tersebut ecara umum.

E. Bahwa masalah kerja sama antara daerah dalam ketentuan pasal  363 sampai dengan pasal 368 Undang Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah, yang pokoknya membagi kerjasama antara  daerag ke dalam kerja sama wajib dan kerjasama sukarela baik antara daerah provinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota atau antara kabupaten/kota  dalam atau diluar wilayah provinsi yang sama maupun antara daerah provinsi/kabupaten.kota dengan pihak ketiga yang meliputi pihak berasal dari negara asingluar negeri.
      Bahwa kerja sama antara daerah berpangkal pokok pada bentuk dan isi perjanjian.kesepakatan para pihak itu sendiri  yang berpedoman pada ketentuan hukum /peraturan perundang undangan yang sah dan berlaku mengikat. Namun peraturan pelaksanaan yang diperlukan adlah apabila perjanjian kerja sama daerah dengan pihak asing maupun pihak ketiga lainnya yang sifatnya mengikat dan membebani masyarakat daerah setempat, seharusnya dibuat/dicantumkan dalam persetujuan DPRD setempat dan sedapat mungkin ditampung dalam PERDA, sehingga aspek pengawasan dan pembinaannya terkoordinir secara tepat dan berhasil guna keberadaannya. Isi Kerjasama tersebut baik dalam rangka peningkatan pelayanan dasar public maupun aspek public lainnya terutama upaya peningkatan dan pemeratan pendapatan masyarakat.

F. Bahwa Perselisihan antara Daerah  dalam ketentuan pasal  370 Undang Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah, menyatakan jika  terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan antara daerah provinsi, antara daerah provinsi dengan kabupaten.kota dalam wilayahnya, dan antara  antara daerah provinsi dengan kabupaten.kota diluar wilayahnya, diselesaikan oleh Menteri, sedangkan  Keputusan penyelesaian perselisihan oleh menteri adalah bersifat final. Dalam hal Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat tidak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut. Persoalan menjadi kompleks jika yang berselisih adalah antara dua pemerintah daerah provinsi. Sebagai contoh adalah masalah batas wilayah administrasi berikut pemanfaatan pengelolaan pulau kecil.
      Bahwa masalah penentuan batas wilayah administrasi suatu pulau atas suatu wilayah tertentu pernah ditetapkan oleh suatu kementerian/pemerintah pusatm namun belakangan oleh menteri yang sama mengubah lagi status wilayah administrasi suatu pulau tersebut, namun sebelumnya pernah diajukan uji materil kepada lembaga peradilan yang hasilnya singkron dengan peraturan terakhir yang telah diterbitkan oleh menteri tersebut, Pertanyaan yang tersisa adalah Apakah Menteri tersebut dibolehkan mencabut peraturan terakhir yang diasumsikan telah merugikan kepentingan satu daerah provinsi terkait ? Apakah tindakan pencabutan peraturan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum public  (Hukum administrasi negara)?.  Apakah untuk proses pecabutan peraturan tersebut harus dimulai lagi dengan uji materil ulang kehadapan lembaga peradilan yang berwewenang ?
      Jawaban atas pertanyaan diatas adalah tergantung pilihan proses oleh pihak berkepentingan  sebagai konsekwensi logis dari daya berlakunya dua macam peraturan tentang proses penyelesaian antara daerah tersebut, disatu segi adalah sesuai dengan Ketentuan Undang Undang Tentang Pemerinatahan Daerah, sedangkan dilain segi adalah sesuai dengan sesuai dengan Ketentuan Peraturan Lembaga Peradilan yang sah dan berwewenang yang menurut ketentuan Undang Undang tentang mahkamah agung dan Undang Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, beserta praktek penyelenggaraan pemerintahan maupun praktek peradilan negara RI.

III. KESIMPULAN  
-      Bahwa terdapat alternative pilihan proses penyelesaian perselisihan antara daerah yang mengenai aspek penyelenggaraan urusan pemerintahan, baik urusan wajib dan pilihan (urusan konkuren) maupun urusan pemerintahan umum.
-      Bahwa perselisihan antara daerah sejogyanya diselesaikan secara prioritas yang terkait langsung dengan Isi Kesepakatan Kerja sama antara daerah, maupun terkait dengan penegasan batas wilayah admiistrasi antara daerah.
-      Bahwa peran serta masyarakat secara individu mapun kelompok dalam upaya penyelesaian perselisihan antara daerah tetap diperlukan dalam bingkai penguatan konstitusi dan demokrasi Indonesia.

Tidak ada komentar: