Pidana
pencarian dan pertolongan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan yang oleh
peraturan perundang undangan diberi sanksi penghukuman fisik atau denda berupa
uang sehubungan dengan segala upaya pencarian, pertolongan, penyelamatan dan
pemindahan tempat manusia yang mengalami keadaan darurat atau bahaya dalam
kecelakaan, bencana atau kondisi membahayakan manusia.
1.Bahwa
Sepintas lalu selama ini, pemahaman tentang kegiatan umum terkait langsung
dengan pencarian atau pertolongan dalam suatu kejadian atau peristiwa yang
membahayakan manusia dan lingkungan alam akibat bencana alam atau kecelakaan
transportasi umum di darat, laut maupun udara, senantiasa dimaknai sebatas ekspresi sikap dan perasaan
kasihan dan sedih dilingkungan korban kejadian alam atau korban kecelakaan,
sedangkan dilingkungan lain, terdapat komponen manusia yang justru melibatkan
diri dalam kelompok orang yang merencakan dan melaksanakan kegiatan langsung
secara nyata untuk dapat melakukan upaya pertolongan berupa pencarian korban
dan pemindahan korban dari lokasi kejadian ketempat aman yang memudahkan
mendapatkan pelayanan pertolongan secara umum dan khusus.
2.Bahwa sejalan dengan dinamika perkembangan
sosial kemasyarakatan kini Pemerintah bersama Elemen Masyarakat yang peduli
serta siap melaksanakan pelayanan umum dan teknis atas kegiatan pencarian dan pertolongan
akibat bencana alam maupun kecelakaan transportasi demi kemanusiaan berkeinginan
bekerja dengan baik dan bertanggungjawab dengan satu sistem pengaturan dan
pengendalian kegiatan.
3.Bahwa ketentuan hukum atau norma pidana
yang terkait dengan Pencarian dan Pertolongan, terdapat dalam pasal 82 dan pasal
83 dikaitkan dengan pasal 56 dan 72, Undang Undang No.29 Tahun 2014 Tentang
Pencarian dan Pertolongan, sebagai berikut :
a) Bahwa
Setiap orang dilarang merusak dan/atau memindahkan sarana pencarian dan
pertolongan yang mengakibatkan terganggunya sarana pencarian dan pertolongan,
sedangkan pelanggarnya diancam pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak Rp.1.000.000.000,-(satu iliar rupiah).-
b) Bahwa
setiap orang dilarang menyalagunakan alat komunikasi dan alat pemancar sinyal
mara bahaya yang memberikan informasi kecelakaan, bencana dan/atau kondisi
membahayakan manusia, Sedangkan pelanggarnya diancam pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.1000.000.000,-(satu miliar rupiah).-
4.Bahwa rincian perbuatan yang dilarang
tsb, yang digolongkan perbuatan merusak maupun memindahkan sarana pencarian dan
pertolongan dalam peristiwa atau kejadian bencana alam maupun kecelakaan
transportasi udara darat dan laut, begitu pula perbuatan menyalagunakan alat
komunikasi dan alat pemancar sinyal mara bahaya kecelakaan atau bencana alam
yang membahayakan manusia, sama sekali tidak/belum terdapat dalam penjelasan
pasal pasal dari Undang Undang Tentang Pencarian dan Pertolongan, sehingga diperlukan
pendekatan beberapa ketentuan Peraturan
yang berlaku, antara lain sebagai berikut :
a)
Perbuatan Merusak adalah dengan sengaja dan
melawan hukum, menghancurkan, membuat sesuatu menjadi tidak berguna lagi, tidak
dapat dimanfaatkan lagi seperti keadaan semula, menghilangkan bagian sesuatu
sehingga tidak dapat berguna atau dipakai kembali.(pasal 406 KUHP) ;
b)
Menyalagunakan alat komunikasi atau alat
pemancar sinyal mara bahaya, adalah menggunakan atau menjalankan peralatan
komunikasi misalnya Radio Navigasi Pelayaran/Bandara atau Sonar SOS, Radio
Pemancar Telegram, untuk tujuan lain dari tujuan kegunaan atau fungsi
peruntukan alat tsb, sebagai fasilitas pelayanan public, termasuk untuk
kepentingan pribadi yang menimbulkan kerugian bagi orang lain, apalagi orang
banyak, sesuai persyaratan teknis
menurut peraturan maupun kebiasaan yang berlaku meskipun perbuatan tsb, dikaitkan
langsung dengan tindakan Pengambilan keputusan oleh pejabat pemerintahan (pasal
10 ayat (1) huruf g Undang Undang Tentang Administrasi Pemerintahan).
5.Bahwa
norma pidana dalam pencarian dan pertolongan tsb, semata ditujukan terhap oknum
pelaku perseorangan yang tidak meliputi badan/korporasi atau pengurusnya
sebagai salah satu subyek hukum dalam sistem penegakan hukum pidana nasional,
sehingga peranggungjawaban pelaku perbuatan yang melanggar kedua pasal undang
undang tentang pencarian dan pertolongan tsb, adalah bersifat tunggal dalam
arti tidak dikaitkan dengan pertanggungjawaban suatu organisasi/badan apapu
yang menyelenggarakan pelayanan public, terutama dibidang transportasi dan
pertambangan bahkan bidang lainnya. Selanjutnya bahwa fungsi norma pidana
tentang pencarian dan pertolongan tsb, adalah untuk mencegah kesalahan teknis
dan profesionalisme dalam kegiatan sejak perencanaan sampai operasional serta
pengendalian pencarian dan pertolongan dalam peristiwa bencana alam dan
kecelakaan transportasi atau kejadian membahayakan manusia, sekaligus secara
terbuka dan terorganisir pertanggungjawaban kepada public dalam kaitan
penyelenggaraan kegiatan pencarian dan pertolongan kemanusiaan tsb.
Oleh karenanya norma pidana dalam
undang undang tentang pencarian dan pertolongan, sebagai salah satu instrument
pengendalian sosial dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan public secara
sistematis dan professional serta transparan, dapat dipertanggungjawabkan untuk
kemajuan dan kepentingan bersama.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar