I.PENDAHULUAN
Bahwa niat baik
penyelenggara negara talah nampak dengan pendekatan bahkan pengakuan atas
kebebasan berekspresi seorang warga negara imdonesia yang berkedudukan sebagai
aparat sipil negara atau pejabat pada lingkungan organisasi pemerintahan baik
pusat maupun daerah, hal tsb terutama apabila terjadi perselisihan kepentingan
terhadap suatu keputusan atau tindakan pejabat tertentu yang dinilai merugikan
baik pribadi maupun dalam kaitan pelaksanaan tugas administrasi pemerintahan.
Bahwa sejak diundangkannya
Undang Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagai Badan pelaksana
kekuasaan kehakiman, tidak satu ketentuan pasal pun yang memuat materi yang
membolehkan seorang pejabat atau badan administrasi negara atau organ pemerintahan
untuk berperkara terutama dalam posisi sebagai penggugat pada Pengadilan tsb,
sehingga majelis hakim pun yang apabila dihadapkan suatu perkara sengketa tata
usaha negara dimana pihak penggugatnya adalah badan atau pejabat
pemerintah/tata usaha negara, maka dalam penetapan/putusannya pun akan
dinyatakan apabila pengadilan tsb tidak berwewenang memeriksa dan memutus
perkara tsb, bahkan apabila pemeriksaan atas pokok perkaranya telah berlansung
dengan proses pembuktian. Maka hal itu juga dalam putusan akhirnya akan
menyatakan apabila gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima alias NO (niet
ovankelijk ver klaard).Apakah kondisi tsb masih berlangsung saat kini ? Dan sejauh
mana kah perlindungan hukum atas korban
ketidak adilan yang berkedudukan sebagai aparat pemerintah atau aparat sipil
negara akibat terbitnya suatu keputusan badan atau pejabat administrasi
negra/pemerintahan yang merugikan dengan tindakan penyalagunaan wewenang
jabatan atau kekuasaan ?
II.PEMBAHASAN
A. Bahwa keadaan tsb di atas, kini
telah berakhir dengan diundangkan dan berlakunya undang undang tentang
administrasi pemerintahan (UU No. 30 Tahun 2014), yang dalam ketentuan pasal 21
ayat (2), pada pokoknya menyatakan bahwa pejabat atau badan pemerintahan dapat
mengajukan permohonan kepada pengadilan, untuk menilai ada tidaknya unsur penyalagunaan wewenang atas terbitnya suatu
keputusan badan atau pejabat pemerintahan.
Bahwa maksud materi ketentuan tsb adalah
setiap personil pemerintahan dengan sebutan pejabat pemerintah, namun sebab
dengan disebutkan juga Badan, maka hal tsb juga berarti meliputi atasan
langsung maupun pucuk pimpinan organisasi.satuan kerja aparat pemerintah tsb
yang terkena langsung maupun tidak langsung dampak atau akibat dari terbitnya
suatu keputusan tata usaha negara/administrasi negara yang hanya menimbulkan
kerugian negara maupun administrasi belaka. selanutnya kata dapat berarti boleh
ya boleh tidak, untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan, dan untuk
menilai ada tidaknya penyalagunaan wewenang jabatan oleh pejabat administrasi
negara yang menerbitkan keputusan tertulis.
Bahwa dengan materi ketentuan dalam
undang undang tentang adminitrasi pemerintahan tsb di atas, maka ketentuan
pasal 2 undang undang tentang peradilan tata usaha negara (UU No.5 Tahun 1986
Jo. UU No.9 Tahun 2004 Jo. UU No.51 Tahun 2009) perlu penyesuaian dengan
penambahan klausul atau kata pegawai negeri sipil atau aparat sipil negara
sebagai salah satu pihak dalam perkara tata usaha negara.sehingga terdapat
kaitan langsung antara pasal 2 UU tentang Peradilan tata Usaha Negara dengan
pasal 21 UU tentang Administrasi Pemerintahan, yang bernuangsa pemenuhan syarat
wewenang absolute Pengadilan Tata Usaha Negara dalam memeriksa dan mengadili perkara/sengketa
Tata Usaha Negara.
B.
Bahwa pada parinsipnya perlindungan hukum warga negara Indonesia yang
berkendungan sebagai aparat administrasi negara atau aparat sipil negara dalam
berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah sama saja dengan perorangan
warga negara Indonesia yang lainnya yang dilindungi oleh Undang Undang Dasar
Negara RI tahun 1945, sehingga landasan isi dan semangat kesamaan kedudukan warga
negara dihadapan hukum dan pemerintahan dapat dirasakan maknanya dan berkembang
sejalan dengan dinamika sosial secara demokratis. Bukan kah negara Indonesia adalah
negara hukum dan negara demokrasi?. Sejogyanya sorang warga negara Indonesia terlepas
perbedaan status sosial dan ekonominya tidak ragu dan bimbang bersikap nyata
untuk menyelesaikan perselisihan atau ber sengketa pada pengadilan jenis apapun
termasuk pengadilan tata usaha negara (PTUN) sebagai ekspresi diri pribadi dan
kebebasan seseorang selama tidak melanggar hukum itu sendiri, baik dilingkungan
pergaulan keluarga dan masyarakat maupun dilingkungan organisasi pemerintahan
negara.
Bahwa meskipun masih tersisa pertanyaan
jika proses bersengketa tata usaha negara di PTUN yang salah satu pihaknya terutama
penggugat atau pemohon adalah berkedudukan (status) sebagai aparat sipil negara
atau pejabat administrasi pemerintahan tetap dibatasi hanya pada hirarkhi dua
tingkatan pemeriksaan yaitu pemeriksaan pengadilan tingkat pertama di PTUN, dan
tingkat kedua di Pengadilan Tinggi TUN, yang bersifat final procedural penyelesaiannya,
Hal tsb tidak sama sekal berarti dan bermakna sebagai proses penyelesaian
sengketa kepentingan belaka yang bermotif beragam tinjauan pemikiran/pendapat
yang melingkupinya, melainkan bahwa sengketa tsb tetap dalam koridor penerapan
peraturan perundang undangan dan asas hukum yang berlaku dalam praktek
peradilan, dan final putusan perkara dalam prosedur penyelesaian peradilan pada
kedua tingkatan dimaksud, tidak lah negative dalam arti bahwa proses sesudahnya
mutlak tertutup demi hukum. Bukan kah Mahkamah Agung sebagai pengawas sekaligus
Pembina badan peradilan negara yang berada dibawahnya memiliki wewenang
atribusi yang bersumber dari konstitusi/UUD Negara RI tahun 1945 untuk
melaksanakan kekuasaan kehakiman yang justru telah diberi wewenang oleh undang
undang tentang Mahkamah Agung untuk membatalkan semuat putusan dan penetapan
badan peradilan bawahan baik melalui proses dan prosedur peninjauan kembali
putusan (PK) maupun melalui Uji materil atas peraturan dibawah undang undang
yang menjadi landasan dan dasar hukum dalam penerbitan keputusan administrasi
negara yang disengketakan/diperkarakan oleh pemohon sebagai aparat sipil negara
atau pejabat pemerintahan.
Bahwa saat sekarang oleh undang
undang tentang administrasi pemerintahan telah memperluas pihak penggugat/pemohon
dalam berperkara pada pengadilan tata usaha negara sebagai pihak perkara tata
usaha negara, sehingga warga negara Indonesia yang berkedudukan sebagai aparat
sipil negara atau administrasi pemerintahan dibolehkan menguji dan menilai
apakah suatu keputusan pejabat atau badan tata usaha negara/administrasi
pemerintahan dalam menerbitkan keputusan yang berakibat langsung atau tidak
langsung atas dirinya adalah benar mengandung penyalagunaan wewenang baik yang
berdampak hanya pada prosedur administrasi belaka maupun berdampak terjadinya
kerugian negara.
III. KESIMPULAN
1. Bahwa perlindungan hukum terhadap warga
negara Indonesia yang berkedudukan sebagai aparat sipil negara atau
administrasi pemerintahan, telah terjamin sekalipun masih minimal dirasakan
makna penerapannya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan bahkan dalam lingkup
pelaksanaan tugas dan fungsi serta
kewenangan organisasi pemerintahan.
2. Bahwa keraguan penggugat/pemohon
terhadap pembatasan tingkat penyelesaian perkara yang hanya sampai pada
Pengadilan Tinggi tata usaha negara, tetap tertampung dalam lingkup kewenangan
Mahkamah Agung RI sebagai lembaga peradilan negara yang dapat melangsungkan
proses penyelesaian perkara tata usaha negara melalui prosedur Permohonan
Penunjauan Kembali Putusan (PK) maupun Permohonan Uji Materil Peraturan yang
tingkatannya di bawah undang undang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar