Minggu, 14 Desember 2014

PERLUASAN SUBYEK PERKARA TATA USAHA NEGARA



I.PENDAHULUAN
            Bahwa niat baik penyelenggara negara talah nampak dengan pendekatan bahkan pengakuan atas kebebasan berekspresi seorang warga negara imdonesia yang berkedudukan sebagai aparat sipil negara atau pejabat pada lingkungan organisasi pemerintahan baik pusat maupun daerah, hal tsb terutama apabila terjadi perselisihan kepentingan terhadap suatu keputusan atau tindakan pejabat tertentu yang dinilai merugikan baik pribadi maupun dalam kaitan pelaksanaan tugas administrasi pemerintahan.
             Bahwa sejak diundangkannya Undang Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagai Badan pelaksana kekuasaan kehakiman, tidak satu ketentuan pasal pun yang memuat materi yang membolehkan seorang pejabat atau badan administrasi negara atau organ pemerintahan untuk berperkara terutama dalam posisi sebagai penggugat pada Pengadilan tsb, sehingga majelis hakim pun yang apabila dihadapkan suatu perkara sengketa tata usaha negara dimana pihak penggugatnya adalah badan atau pejabat pemerintah/tata usaha negara, maka dalam penetapan/putusannya pun akan dinyatakan apabila pengadilan tsb tidak berwewenang memeriksa dan memutus perkara tsb, bahkan apabila pemeriksaan atas pokok perkaranya telah berlansung dengan proses pembuktian. Maka hal itu juga dalam putusan akhirnya akan menyatakan apabila gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima alias NO (niet ovankelijk ver klaard).Apakah kondisi tsb masih berlangsung saat kini ? Dan sejauh mana kah perlindungan hukum atas  korban ketidak adilan yang berkedudukan sebagai aparat pemerintah atau aparat sipil negara akibat terbitnya suatu keputusan badan atau pejabat administrasi negra/pemerintahan yang merugikan dengan tindakan penyalagunaan wewenang jabatan atau kekuasaan ?
II.PEMBAHASAN
A. Bahwa keadaan tsb di atas, kini telah berakhir dengan diundangkan dan berlakunya undang undang tentang administrasi pemerintahan (UU No. 30 Tahun 2014), yang dalam ketentuan pasal 21 ayat (2), pada pokoknya menyatakan bahwa pejabat atau badan pemerintahan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan, untuk menilai ada tidaknya unsur  penyalagunaan wewenang atas terbitnya suatu keputusan badan atau pejabat pemerintahan.
                 Bahwa maksud materi ketentuan tsb adalah setiap personil pemerintahan dengan sebutan pejabat pemerintah, namun sebab dengan disebutkan juga Badan, maka hal tsb juga berarti meliputi atasan langsung maupun pucuk pimpinan organisasi.satuan kerja aparat pemerintah tsb yang terkena langsung maupun tidak langsung dampak atau akibat dari terbitnya suatu keputusan tata usaha negara/administrasi negara yang hanya menimbulkan kerugian negara maupun administrasi belaka. selanutnya kata dapat berarti boleh ya boleh tidak, untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan, dan untuk menilai ada tidaknya penyalagunaan wewenang jabatan oleh pejabat administrasi negara yang menerbitkan keputusan tertulis.
                  Bahwa dengan materi ketentuan dalam undang undang tentang adminitrasi pemerintahan tsb di atas, maka ketentuan pasal 2 undang undang tentang peradilan tata usaha negara (UU No.5 Tahun 1986 Jo. UU No.9 Tahun 2004 Jo. UU No.51 Tahun 2009) perlu penyesuaian dengan penambahan klausul atau kata pegawai negeri sipil atau aparat sipil negara sebagai salah satu pihak dalam perkara tata usaha negara.sehingga terdapat kaitan langsung antara pasal 2 UU tentang Peradilan tata Usaha Negara dengan pasal 21 UU tentang Administrasi Pemerintahan, yang bernuangsa pemenuhan syarat wewenang absolute Pengadilan Tata Usaha Negara dalam memeriksa dan mengadili perkara/sengketa Tata Usaha Negara.
B.  Bahwa pada parinsipnya perlindungan hukum warga negara Indonesia yang berkendungan sebagai aparat administrasi negara atau aparat sipil negara dalam berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah sama saja dengan perorangan warga negara Indonesia yang lainnya yang dilindungi oleh Undang Undang Dasar Negara RI tahun 1945, sehingga landasan isi dan semangat kesamaan kedudukan warga negara dihadapan hukum dan pemerintahan dapat dirasakan maknanya dan berkembang sejalan dengan dinamika sosial secara demokratis. Bukan kah negara Indonesia adalah negara hukum dan negara demokrasi?. Sejogyanya sorang warga negara Indonesia terlepas perbedaan status sosial dan ekonominya tidak ragu dan bimbang bersikap nyata untuk menyelesaikan perselisihan atau ber sengketa pada pengadilan jenis apapun termasuk pengadilan tata usaha negara (PTUN) sebagai ekspresi diri pribadi dan kebebasan seseorang selama tidak melanggar hukum itu sendiri, baik dilingkungan pergaulan keluarga dan masyarakat maupun dilingkungan organisasi pemerintahan negara.
                  Bahwa meskipun masih tersisa pertanyaan jika proses bersengketa tata usaha negara di PTUN yang salah satu pihaknya terutama penggugat atau pemohon adalah berkedudukan (status) sebagai aparat sipil negara atau pejabat administrasi pemerintahan tetap dibatasi hanya pada hirarkhi dua tingkatan pemeriksaan yaitu pemeriksaan pengadilan tingkat pertama di PTUN, dan tingkat kedua di Pengadilan Tinggi TUN, yang bersifat final procedural penyelesaiannya,
       Hal tsb tidak sama sekal berarti dan bermakna sebagai proses penyelesaian sengketa kepentingan belaka yang bermotif beragam tinjauan pemikiran/pendapat yang melingkupinya, melainkan bahwa sengketa tsb tetap dalam koridor penerapan peraturan perundang undangan dan asas hukum yang berlaku dalam praktek peradilan, dan final putusan perkara dalam prosedur penyelesaian peradilan pada kedua tingkatan dimaksud, tidak lah negative dalam arti bahwa proses sesudahnya mutlak tertutup demi hukum. Bukan kah Mahkamah Agung sebagai pengawas sekaligus Pembina badan peradilan negara yang berada dibawahnya memiliki wewenang atribusi yang bersumber dari konstitusi/UUD Negara RI tahun 1945 untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman yang justru telah diberi wewenang oleh undang undang tentang Mahkamah Agung untuk membatalkan semuat putusan dan penetapan badan peradilan bawahan baik melalui proses dan prosedur peninjauan kembali putusan (PK) maupun melalui Uji materil atas peraturan dibawah undang undang yang menjadi landasan dan dasar hukum dalam penerbitan keputusan administrasi negara yang disengketakan/diperkarakan oleh pemohon sebagai aparat sipil negara atau pejabat pemerintahan.
            Bahwa saat sekarang oleh undang undang tentang administrasi pemerintahan telah memperluas pihak penggugat/pemohon dalam berperkara pada pengadilan tata usaha negara sebagai pihak perkara tata usaha negara, sehingga warga negara Indonesia yang berkedudukan sebagai aparat sipil negara atau administrasi pemerintahan dibolehkan menguji dan menilai apakah suatu keputusan pejabat atau badan tata usaha negara/administrasi pemerintahan dalam menerbitkan keputusan yang berakibat langsung atau tidak langsung atas dirinya adalah benar mengandung penyalagunaan wewenang baik yang berdampak hanya pada prosedur administrasi belaka maupun berdampak terjadinya kerugian negara.
III. KESIMPULAN
1.   Bahwa perlindungan hukum terhadap warga negara Indonesia yang berkedudukan sebagai aparat sipil negara atau administrasi pemerintahan, telah terjamin sekalipun masih minimal dirasakan makna penerapannya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan bahkan dalam lingkup pelaksanaan  tugas dan fungsi serta kewenangan organisasi pemerintahan.
2.   Bahwa keraguan penggugat/pemohon terhadap pembatasan tingkat penyelesaian perkara yang hanya sampai pada Pengadilan Tinggi tata usaha negara, tetap tertampung dalam lingkup kewenangan Mahkamah Agung RI sebagai lembaga peradilan negara yang dapat melangsungkan proses penyelesaian perkara tata usaha negara melalui prosedur Permohonan Penunjauan Kembali Putusan (PK) maupun Permohonan Uji Materil Peraturan yang tingkatannya di bawah undang undang.

Tidak ada komentar: